Mengenai polemik pemaafan Suharto saya jadi teringat pernyataan Budiman Sujatmiko yang mengatakan bahwa yang berhak menyatakan untuk memaafkan Suharto adalah keluarga dari Jutaan orang yang mati di culik dan dibunuh tanpa tau rimbanya, Ribuan orang yang tanahnya diambil alih atas nama Pembangunan, Ratusan keluarga aktivis yang hilang tanpa jejak, ratusan orang yang disiksa tanpa proses hukum yang jelas, karena mereka yang mengalami dampak secara langsung kesalahan-kesalahan yang diperbuat Suharto,.
Mengenai keadaan yang kita alami saat ini adalah dampak tidak langsung dari kepemimpinan Suharto seperti budaya korupsi, generasi yang tidak mau berdikari (berdiri diatas kakinya sendiri), konsumtif dan tidak produktif (mungkin termasuk saya dan anda-anda juga), harta kekayaan Indonesia yang sudah habis dirampok para kapitalis dari amerika (newmont, freeport), Malaysia dan singapura (pencurian pasir, ilegal loging, warisan budaya) ketika dipimpin oleh beliau (meskipun hanya beberapa persen saja yang digunakan untuk pembangunan Indonesia sebagaimana yg dikatakan banyak warga Indonesia sebagai jasa Bapak Pembangunan), Sumber Daya Manusia yang tidak berkualitas akibat pembodohan yang sistematis selama puluhan tahun (sugesti ketahanan pangan, tidak kesulitan cari kerja, harga bahan makanan pokok tidak mahal) yang berasal dari sistem ekonomi racikan mafia berkeley yg terkenal itu yg dianggap jitu untuk tambal sulam (dampaknya saat ini banyak tambalan yg gak bisa disulam lagi).
Jika banyak kaum intelektual yang mau melakukan riset terhadap point-point tersebut dan pemerintah mau membuka data-datanya tidak sulit untuk menemukannya dalam catatan sejarah Indonesia yg transparan tidak berdasarkan versi penguasa yg menang.
Permasalahannya hal tersebut tidak akan berpengaruh secara signifikan baik kultural maupun struktural sebab dibutuhkan satu peranti utama yang sangat menentukan yaitu hukum. Kenapa hukum? Karena hukum berfungsi sebagai alat rekayasa sosial, alat perubah masyarakat, alat untuk merevolusi bangsa. Oleh karena itu banyak orang yang selama ini tidak ikut arus untuk tersugesti dalam euforia palsu tentang kesuksesan pembangunan begitu "ngotot" untuk diadakannya pemeriksaan di pengadilan terhadap Suharto agar secara hukum statusnya jelas.Dalam proses hukum segala sesuatunya akan dibuka jelas dimana kesalahannya, apa hasilnya, bagaimana pencapaiannya dan apa dampaknya. Setelah terbukti bersalah barulah setelah itu apabila beliau dianggap "berjasa" secara hukum ada mekanisme untuk pemaafan baik amnesti maupun abolisi.
Jika tidak ada pemeriksaan dan putusan hukum atas Suharto yang incraht maka tidak ada satupun yang berhak mengatakan Suharto bersalah atas nama praduga tidak bersalah dan keadilan. Kenapa demikian? Sebab di atas muka bumi ini yang berwenang menyatakan bersalah atau tidaknya seseorang adalah lembaga peradilan. Lembaga peradilan adalah wakil Tuhan untuk memeriksa kebenaran yang ada di muka bumi ini. Itulah yang menjadi dasar pemikiran dituliskannya kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" disetiap putusan yang dikeluarkan lembaga peradilan di Indonesia. Jika ingin keadilan ditegakkan maka tegakkanlah hukum.
Menyadari hal-hal tersebut di atas kroni-kroni yang selama ini telah menjadi benalu bagi kekuasaan Suharto merasa terancam. Maka sebagaimana prinsip pengembangan diri disitu ada peluang disitu ada jalan, kroni-kroninya selalu memanfaatkan keadaan Suharto ini sebagai komoditas untuk melindungi diri dengan "konspirasi pemaafan" yang "tidak jelas". Dari mana mereka tau Suharto bersalah?Apakah hal ini berarti mereka secara nalar mengakui bahwa benar apa yang dilakukan oleh rezim Suharto selama ini banyak salahnya?Jika aib itu dibuka maka terbukalah jaringan benalu yang selama ini berpesta ditengah penderitaan banyak orang.Benarkah demikian? Sama seperti pandangan ahli-ahli, tekhnokrat, kaum muda, agamawan, politisi terhadap Suharto baik negatif ataun positi itu hanyalah reka-reka Subyektif semata semata. Apa dasarnya? Pada akhirnya akan menjadi debat kusir yg debatable.
Kalau Bangsa ini tetap senang dengan situasi dan kondisi demikian, lupakan saja mengenai kasus Suharto.Tidak usah repot-repot melakukan proses hukum dengan prosedur yg jelimet Cukup saja kita habiskan waktu untuk berpikir bagaimana mencukupi kebutuhan hidup seluruh masyarakat. Toh bangsa ini sudah terbiasa untuk tidak memperjelas sesuatu yang tidak jelas. Jika demikian salahkah jika ada orang dari negara lain yang mencap kita sebagai Bangsa yang tidak jelas?Karena itu marilah kita menikmati hari-hari yang tidak jelas ini secara tidak jelas.
Pengelola Jurnal Refleksi Diri