Kamis, 29 Desember 2022

"Learn To Fly". (Sebuah Refleksi)

Hai Sobat apa kabar? Senang kalian masih berkenan membaca renunganku ini. Situasi dan kondisi yang kita hadapi selama 3 tahun ini banyak membuat kita belajar. Segala rasa banyak kita hadapi bahkan rasa itu mungkin membuatmu terluka bahkan bersedih. Tradisi baik di akhir tahun untuk membuat resolusi mungkin membuat kalian kehilangan harapan sehingga pesimis untuk membuat lagi. Tapi aku memang sengaja mempertahankan tradisi itu karena baik untukku dan mungkin bisa bermanfaat buat kalian yang membacanya. Walaupun tahun ini aku lebih menitikberatkan pada refleksi ketimbang resolusi. 

Kondisi Pandemi memang membuat kita belajar banyak hal. Buatku ini seolah olah membawaku mengenal jati diriku disegala aspek, baik besar ataupun kecil. Mungkin di aspek yang lebih besar membuat kita lebih mengenal dunia, bangsa, suku, komunitas, keluarga bahkan kepercayaan yang kita yakini. Melihat nya dari sudut pandang yang berbeda. Dimana kita membatasi banyak hal untuk meminimalisir resiko tapi harus terus melangkah walaupun dengan berbagai keterbatasan. Bagi diriku, aku seolah olah melihat sisi kemanusiaan ku sampai kondisi batin dan jiwaku. Hal hal yang memang tidak mudah ketika kita bercermin dan melihat diri kita dengan obyektif. Apalagi subyektif kita terpengaruh oleh berbagai situasi dan kondisi diluar kita. Serunya karena menghadapi berbagai kenyataan diluar diri kita. Sudut pandangnya justru melihat banyak hal terkait diri kita sebagai manusia biasa. Bahkan mulai memahami batasan batasan diri kita yang ternyata belum sempurna. Apalagi hal ini menggelitik ku untuk melihat lagi pondasi kehidupan yang sudah dibangun selama 38 tahun perjalanan hidupku. Ternyata ada banyak hal yang perlu diperbaiki bahkan yang selama ini diyakini kokoh. Pada kondisi tertentu ternyata tidak kokoh kokoh banget. Bahkan terkesan rapuh sehingga merasa perlu untuk di modifikasi ataupun diperbaiki. Itulah keuntungan yang aku dapatkan di akhir tahun ini. Cukup banyak hasil evaluasi yang aku peroleh dan inilah modalku untuk melangkah memasuki tahun 2023 dengan penuh "Harapan". 

Selama kondisi Pandemi ini, posisi pilihanku adalah belajar survive. Apalagi pilihanku berbeda dengan manusia pada umumnya. Kalian bisa baca renungan ku sebelumnya untuk memahami kondisiku. Namun saat merenungkan ini. Aku sadar jika hanya survival saja maka aku akan terjebak di titik itu dan dikerdilkan oleh situasi dan kondisi yang tercipta di era Pandemi. Padahal ada bagian bagian kehidupanku yang terlanjur rusak dan perlu diperbaiki. Di sisi lain proses healingku juga menjadi semakin lama dan terjebak di dalam persoalan mental dan ilusi yang sebenarnya karena terlalu dalam melakukan inventarisasi dan analisa sedangkan tindakan konkrit untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan itu luput dari perhatian. Ibaratnya jika kita memiliki satu ruangan penuh mainan. Kita mengecek satu satu kerusakannya dan membuat nya berantakan. Kemudian setiap mainan yang rusak itu kita lihat dan catat kerusakannya dengan maksud untuk diperbaiki. Namun saat mengamati setiap mainan kita malah berlama lama larut dalam memori yang lekat dalam mainan itu dan lupa memperbaiki nya. Fatalnya setelah puas, kita pindah ke mainan lain dan larut dalam proses yang sama. Sampai seluruh mainan itu selesai diamati dan direnungkan. Seluruh mainan yang rusak tidak selesai juga diperbaiki. Bahkan seluruh ruangan berantakan dengan mainan yang sudah kita bongkar satu persatu. Justru aku malah terjebak di permainan mental yang membawaku dalam satu ilusi ke ilusi lainnya tanpa habis karena memandang permainan itu dari sudut pandang pernah memainkannya dan memiliki banyak memori terkait itu. Jika seperti ini terus, kapan lagi kita perbaiki mainannya?

Itulah sebabnya ketika kembali kepada Harapan, pilihannya adalah "Kesadaran atau Awarenes". Dimana skala prioritas terutama adalah merapikan lagi mainannya dan memilih mainan yang akan diperbaiki sesuai kemampuan saat ini. Ataupun buang saja mainan itu jika tidak terlalu penting dan jarang dimainkan. Selain itu dengan merapikan lagi. Setidaknya seluruh mainan itu tertata rapi lagi dan ruangan kembali nyaman untuk digunakan bermain. Hal inilah yang membuatku Sadar bahwa jika berlarut larut dalam persoalan healing dan mental. Maka aku tidak akan memulai fase hidup ku lagi bahkan  aku tidak naik kelas ke tingkatan yang lain dalam hidup. Ini ibarat memasuki sebuah hutan rimba yang sangat luas. Melihat berbagai banyak spot menarik untuk dijadikan tempat tinggal. Namun tidak segera menentukan pilihan untuk segera membangun tempat tinggal. Padahal kita punya impian karakteristik tempat yang cocok untuk kita bertempat tinggal dan melanjutkan kehidupan. Walaupun seolah olah kita terus bergerak menjelajahi hutan itu. Kita hanyalah pengembara yang hanya berdiam diri karena hanya sekedar menjelajah dan tidak memilih tempat untuk menetap. Padahal niatnya untuk bertempat tinggal. Jika tidak dimulai maka verse versi kita tidak akan terwujud di tempat yang kita impikan itu dan kita tetap berstatus pengembara. Walaupun memang istilah "pengembara" bagi kaum kontempelatif bermakna berbeda dan sakral. Tapi aku memilih istilah ini karena memang ada kehidupan nyata yang dihadapi ditahun 2023 yang perlu aksi konkrit dan tidak hanya sekedar diselesaikan dengan suatu pengembaraan. Aku sengaja menggunakan frasa yang menggelitik mental. Sebab jika kita bicara ilmu, das Sein dan das Solen itu sesuatu yang beriringan dan menjadi tidak absurd saat kita mencoba mewujudkannya. Itulah yang aku sebut tempat tinggal atau bahasa spiritualnya tempat perhentian atau tanah perjanjian atau yang lebih sakral lagi Gunung Tuhan/Nirwana/Shangrila/Surga. Meskipun kita berhati hati jika memaksakan diri melakukan diluar kapasitas kita. Maka kita akan terjebak pada delusi yang membuat kita sakit mental. Padahal mewujudkan sesuatu yang nothing menjadi something memerlukan being. Itupun tidak hanya cukup dipersoalan mental. Tapi perlu tindakan atau perbuatan nyata untuk mewujudkan nya. Apalagi kita terlalu berfokus di persoalan healing yang tanpa ujung karena kita yang merasa sudah berpengalaman dan menghadapinya terjebak dalam delusi mental. Seperti berada dalam permainan Maze Runer tapi tidak paham cara untuk keluar dari dimensi itu. Padahal diluar dimensi itu ada berbagai keajaiban dan keindahan yang bisa kita capai jika kita mulai berpikir dan mengerjakan cara untuk meraihnya. Itulah sebabnya refleksi ini khusus untuk meluruskan persoalan mental itu agar kita tidak dikerdilkan seperti katak dalam tempurung. Tapi belajar naik kelas menjadi burung yang memiliki cakrawala yang lebih luas.

Bisa jadi kita belajar hal baru ketika mengerjakan nya dan healing dengan sendirinya karena kita mulai memberdayakan lagi kemanusiaan kita secara utuh. Tubuh, jiwa, roh dan pikiran kembali diarahkan secara harmoni untuk mencapai tujuan nyata dan mencoba untuk mewujudkan nya lagi. Dari fase inkubasi, kemudian recovery lalu get stronger lagi. Seperti siklus rajawali yang memulihkan bulu bulunya setelah rontok karena situasi dan kondisi kemudian belajar terbang lagi. Awalnya kita membiasakan diri untuk mengepakkan sayap kita. Kemudian belajar terbang rendah dan kembali menembus atmosfer dengan berbagai tantangan yang ada. Meskipun awalnya membiasakan sayap kita terbiasa dengan angin di cakrawala. Lambat laun kita akan terbiasa lagi terbang tinggi dan mencapai tempat yang bisanya kita capai bahkan tempat yang lebih jauh lagi. Artinya kita tidak lagi berusaha memahami diri lagi. Tapi kita menggunakan pemahaman itu untuk mengembangkan diri ke tingkatan yang lebih baik. Sampai kita menjadi/being versi terbaik diri kita dan verse terindah yang kita impikan.

"Learn To Fly", kata kata itu sengaja aku pilih karena ini fase yang berbeda dari "Learn To Walk". Sebenarnya ini adalah salah satu wujud "Harapan". Tidak lagi bicara tujuan tapi cara untuk mencapainya. Jangan sampai proses inkubasi kita selama 3 tahun ini membentuk kita jadi manusia yang suka jalan atau menari di tempat. Tapi menjadi manusia atau jiwa jiwa kuat yang mampu menghadapi lagi tantangan apapun di tahun 2023. Pesan optimis yang harus kita sebarkan dan persiapkan menghadapi tahun 2023 yang mungkin tidak mudah untuk di prediksi. Healing kita berubah dari melihat ke dalam diri menjadi penyesuaian lagi frekuensi kita kepada frekuensi terbaik kita. Sehingga kita bisa mengerjakan bagian kita dengan cara baru dan mencapai tujuan dengan lebih cepat, cermat, tepat dan efisien. Harapan yang perlu kita besar kan untuk menyembuhkan pesimisme kita karena situasi dan kondisi yang kita hadapi di era Pandemi ini. Apalagi hari kiamat belum terjadi dan kita masih hidup dan terus melanjutkan hidup. Meskipun suasana alam semesta menambah sendu hati kita. Apabila kita berlarut larut dalam rasa sendu itu. Pertanyaan nya mau dibawa kemana kehidupan ini? Apakah sebagai pribadi, keluarga, komunitas, suku, bangsa ataupun dunia. Kitalah yang harus menjawabnya dan menentukan arah sesuai panggilan masing masing. Mulai bertindak sebagai Pilot kehidupan diri kita. Kitalah sebagai pengendali diri kita dan mengarahkan kendali itu untuk mencapai lagi impian kita. Apalagi jika kita melihat yang lebih luas yaitu generasi masa depan yang melanjutkan peran kita untuk membangun dan menjaga Bumi ini.

Inilah yang jadi alasanku mengambil judul "Learn To Fly". Agar aku menaikkan perspektif ku dengan tidak hanya sekedar "Learn To Walk". Motivasiku untuk mengerjakan kembali "Harapan" dan menjadi seorang Fighter lagi untuk meraih nya. Dari sebelumnya yang cukup puas dengan hanya sekedar melangkah. Menjadi pribadi yang belajar untuk terbang. Harapan yang memberi kita kemampuan, kebijaksanaan dan petunjuk untuk mencapai impian. Tapi situasi Pandemi membuat kita belajar untuk merubah cara dari hanya sekedar"Walk" menjadi "Fly". Seperti seorang pertapa yang baru keluar dari kawah candradimuka. Kita mulai lagi langkah pertama keluar dari tempat pertapaan dan menyatu lagi dengan semesta yang berbeda dengan tempat pertapaan itu. Apalagi yang dihadapi tidak hanya sekedar bertapa. Banyak hal konkrit lagi yang perlu dipelajari di ruang pertapaan yang lebih luas. Kita melakukan tapa dalam gerak dan mencapai pencerahan dalam situasi dinamis. Tidak lagi tapa dalam diam yang hanya statis berdiam diri. Kita bertransformasi dari situasi yang hanya berkaitan dengan verse kita menjadi situasi yang berinteraksi dengan verse lainnya diluar diri kita. Seperti itulah fase learn to walk menuju learn to fly.

Mungkin kita yang berusaha bangkit dari keterpurukan bertanya dengan pesimis. Boro boro learn to fly. Untuk learn to walk aja belum tentu bisa. Jika saya harus memulai dari awal lagi dan belajar melangkah. Dari mana aku harus memulainya ya? Sebenarnya jika pertanyaan itu muncul. Kita perlu merenungkan lagi proses healing kita. Jangan jangan kita terjerumus dalam delusi mengasihani diri. Jika kita tidak mulai belajar menerima kondisi itu dan mulai memperbaiki nya. Maka itulah yang disebut dengan delusi mental tanpa ujung. Kita hanya berputar putar diisu yang sama tapi ilusinya tidak habis habisnya. Apalagi bagi yang punya pengalaman hidup yang sangat banyak. Menolkan diri bukan berarti membuang semua pengalaman itu. Tapi mengambil intisarinya untuk digunakan dalam proses titik nol baru setelah fase inkubasi. Itulah yang disebut dengan naik kelas. Tidak hanya sekedar apa yang sudah kita capai atau kita peroleh. Tapi kedewasaan mental kita saat menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Itulah sebabnya dalam refleksi ini aku berfokus pada cara ketimbang tujuan. Sebab masing masing kita punya tujuan dan impian. Tapi kita sering abai di sisi proses dan lebih ke sisi pencapaian. Inilah yang disebut ekspektasi dimana kita juga sering tidak mengukur kapasitas kita saat ingin meraih nya. Ketika meleset kita justru frustasi dan cenderung menyalahkan dan mengasihani diri. Padahal ekspektasi itu adalah rute yang terus kita tuju sampai mencapai nya. Atau kita rubah jika itu tidak sesuai dengan kehidupan yang kita impikan. Justru jika itu impianmu. Raihlah dan berusahalah sampai pada ke titik itu. Jika sebelumnya kita bisa meraihnya setahap demi setahap. Pasti sekarang bisa meraihnya dengan cara yang lebih baik. Itulah "harapan" yang mengisi kekosongan mental kita karena kondisi pandemi ini. Harapan yang membuat kita kembali bersemangat untuk berkata "mulai saja dulu". Dengan sendirinya jalan akan terlihat lagi kan? Bertarunglah lagi dan jika sebelumnya kalian bisa melakukan. Pasti saat ini juga bisa dan bahkan bisa lebih baik lagi. Apalagi jika kita masuk kategori manusia berpengalaman. Kita hanya seperti mengulanginya lagi dan sampai pada performa terbaik kita sebelum Pandemi. Ingatlah ketangguhan kita survive di masa masa sulit ini. Bisa jadi insight dan evaluasi kita untuk memperbaiki cara kita menjadi lebih baik dalam mencapai tujuan hidup kita. Dengan mulai melakukan nya, rasa frustasi dan kekhawatiran itu akan sembuh dengan sendirinya. Seiring dengan aktivitas dan dinamika yang kita temui sepanjang perjalanan. Ini yang aku sebut "tapa dalam gerak". Menyembuhkan diri dengan mengerjakan kenyataan yang ada di depan kita. Sampai kenyataan itu menjadi obat yang buat kita menjadi manusia dan jiwa yang kuat. Apalagi jika kita adalah tipe manusia yang percaya pada cahaya Ilahi yang bersumber pada Tuhan. Masa sih Tuhan membiarkan kita terpuruk?Padahal Tuhan yang sama baik kita sadari atau tidak sadari menolong kita untuk survive di era Pandemi ini. Justru harapan seperti itu lebih kuat daya dorongnya ketimbang harapan yang sekedar didasarkan oleh kekuatan mental. Bahkan kita dituntun untuk menciptakan keajaiban dan memancarkan cahaya Ilahi yang bisa jadi inspirasi banyak orang. Apalagi jika kita secara konsisten mengaku beriman kepada Tuhan. Meskipun kondisi Pandemi ini seolah-olah mengkerdilkan kemanusiaan kita. Harapan Tuhan jauh melampaui segala yang ada di dunia ini dan tidak akan pernah mengecewakanmu. Itulah yang aku yakini, meskipun sebagai kaum Divergent ada dari kalian yang punya sudut pandang lain haha.

Learn to Fly merupakan kata kata yang indah. Kata ini terinspirasi dari judul lagu grup band favorit ku "Foo Fighter" ☺️☺️. Aku memilih judul lagu itu sebagai judul tulisanku bukan karena ingin mempromosikan grup band itu. Atau menunjukkan Ego selera metal cenderung memiliki mental yang kuat. Tapi kata kata itu memiliki makna dan daya dorong kuat untuk setiap kita yang ingin mencapai tujuan dalam segala kondisi. Bagi kita yang terbiasa di bawah, mungkin ini saatnya kita belajar melihat dari sudut pandang di atas. Ini bukan berarti kita berada di atas dulu baru melihat. Tapi kata ini mengajarkan kita belajar memperluas perspektif. Terbang merupakan fase impian bagi mereka yang biasa di darat dan bosan dengan sudut pandang darat. Ini jadi inspirasi banyak generasi. Bahkan para pengembara sekalipun. Orang orang seperti itu pada zamannya dianggap orang yang lupa daratan alias gila hahaha... Jika kalian penikmat literasi manajemen. Mungkin tidak asing dengan istilah "helikopter view". Buatku mau pakai istilah apapun sama saja. Inti sarinya adalah pada "perspektif tertinggi" yang bisa kita capai. Itulah yang bisa menuntun kita naik kelas atau memperbesar kapasitas. Ibarat kita hanya punya dompet untuk menyimpan uang. Kita jadi punya rekening tabungan beserta kartunya ditambah bonus jaminan keamanan dari bank tersebut. Apalagi bank tersebut berbaik hati menawarkan berbagai peluang investasi haha. Tapi di sisi sisi kontempelatif, perspektif tertinggi ku adalah memahami kehendak Tuhan kenapa aku hidup dan untuk apa aku hidup. Itulah jadi dasar ku bertindak dan berbuat. Inilah yang mengarahkan kreativitas ku untuk melakukan dan menciptakan sesuatu. Ini mungkin agak berbeda dengan mereka yang ingin mencapai "perspektif tertinggi" versi verse mereka. Tapi intisarinya adalah kita melihat segala sesuatunya dengan posisi di atas batas batas yang muncul karena kapasitas kita. Bukan hanya sebagai pihak yang terjebak dalam situasi dan kondisi itu. Tapi pihak yang berusaha untuk mencari cara menyelesaikannya. Menurut ku karena ini terkait hidup kita bisa saja terjebak dalam konflik kepentingan. Tapi jika perspektif tertinggi kita kebijaksanaan dunia, semesta dan Tuhan. Maka setiap level pencapaian itu yang menuntun kita melihat permasalahan, tantangan, hambatan untuk kepentingan yang lebih besar dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada. Fokus kita bukan lagi inward dan outward looking lagi tapi memaksimalkan keduanya untuk mencapai bahkan menciptakan dimensi baru dan lebih baik dari hidup kita. Mungkin ini yang tertinggi versi verseku karena aku juga masih "learn to fly". Supaya konkrit aku gunakan inspirasi burung lagi. Jika kalian bicara manusia bisa terbang zaman dulu. Khususnya mereka yang tidak kenal soal kesaktian haha. Pasti dianggap gila kan? Nah para penemu yang hebat zaman dulu. Jika kalian baca sejarahnya. Dari hanya sekedar meniru cara burung terbang. Sampai bisa menemukan pesawat kan? Hebatnya zaman sekarang sampai bisa menemukan satelit dan pesawat tersebut bisa menjelajah sampai ke Mars dan planet planet lainnya. Hanya dari inspirasi burung, kita bisa meletakkan pondasi dari peradaban di bidang penerbangan. Tapi bayangkan hambatan mental orang orang yang mencoba mewujudkannya di zaman itu. Saat mencoba terbang pertama kali saja sudah dicemooh. Bahkan sempat Gagal. Tapi begitu dia bisa terbang. Dunia ramai ramai mencari tau caranya dan sekarang jadi industri yang memberikan manfaat bagi banyak orang. Jika para pencemooh itu masih hidup. Jangan jangan kita masyarakat dunia akan membuly dia saat ini haha. Apalagi sekarang online dan ada istilah viral haha. Itulah kegunaan harapan. Harapan itu yang memberikan kita kreatifitas untuk mencapai apa yang kita inginkan. Para pencemooh itu yang aku sebut sebagai hambatan mental. Wujudnya di dalam diri kita bisa banyak hal. Bahkan mungkin kalian bisa mengalami delusi bisikan bisikan yang buat kalian frustasi. Tapi jika kalian di jalan healing yang tepat. Kalian akan paham diri kalian dan belajar untuk menerimanya. Masa sih orang zaman dulu dengan pendidikan seperti itu bisa mencapai sesuatu yang hebat seperti terbang. Sedangkan kita di zaman yang canggih ini tidak bisa? Apalagi ilmu pengetahuan bisa kita pelajari secara online ataupun sekolah resmi sangat lengkap dan ada kecerdasan buatan (artificial intelegent) yang bisa kita jadikan referensi. Walaupun memang ada banyak catatan kita terkait itu haha. Tapi dengan kreativitas itu, segara resiko tidak lagi jadi beban. Tapi bisa kita minimalisir dampak nya untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Harusnya jika kita benar benar melakukan healing. Semakin efektif dan efisien lah kita dalam mencapai tujuan kita meskipun harus memulainya dari awal. Meskipun ada meleset meleset dikit wajar lah. Namanya juga mulai lagi dari awal. Tapi jika kita tidak mencoba nya terus menerus hingga terwujud. Kita tidak akan pernah bisa terbang kan? Batasan batasan yang tercipta di era Pandemi ini sebenarnya bisa berdampak berbeda bagi setiap kita. Tapi karena kecenderungan kata healing muncul terus dipublik. Kita mungkin terjebak dalam batasan batasan itu dan lupa bahwa kita pernah mencapai hal hal yang melebihi batasan itu. Buatku batasan tertinggi adalah Tuhan dan Tuhanlah inspirasi ku untuk mencapai hal hal yang melampaui batasan dan kapasitas kita saat ini sebagai manusia biasa. Meskipun bagi kita yang berjaga jaga dan waspada perlu berhati-hati agar kita tidak melampaui batas dan melawan Tuhan. Jika kita berangkat dari kata Tuhan, buatku batasan yang mutlak adalah apa yang kita lakukan tidak mencelakakan manusia lainnya dan merusak Bumi. Kalau kalian ingin merusak Mars ya silahkan. Toh belum ada manusia yang tinggal disana. Lain halnya kalau kita sudah jadi penduduk Mars haha. Tapi dengan adanya penjelajahan ke Mars. Itu adalah bukti bahwa batasan batasan yang kita ciptakan bisa kita lampaui jika kita mau berusaha untuk mengerjakannya dengan karunia yang Tuhan berikan pada kita. Setidaknya itulah motivasiku setelah agak mengalami guncangan karena memilih sebagai kaum Divergent haha. Tapi kalau kita merusak Bumi. Kemana kita akan pergi sedangkan kita masih belum bisa hidup di planet lainnya. 

Khusus buat kalian yang berhasil mengisi sistem dunia dengan segala kisah sukses kalian di era Pandemi ini. Mungkin peradaban yang akan kita tuju adalah impian yang hendak kita capai. Titik temu peradaban yang universal adalah ketika kita bisa hidup nyaman bersama sama di Bumi yang indah ini. Meskipun cara kita hidup berbeda beda sesuai kapasitas nya. Setidaknya perspektif yang ada di dunia ini terkait hidup nyaman bisa dijadikan renungan kita untuk menyempurnakan tatanan itu. Tapi jika benar pemulihan Bumi menjadi prioritas bagi kita sebelum kita menemukan Planet yang layak untuk kita huni. Setidaknya secara bersama sama kita bisa mengumpulkan lagi kepedulian kita untuk kepentingan itu. Meskipun perspektif learn to fly versi kalian agak berbeda. Sebab dimensi yang kalian yakini belum menjadi pemahaman umum bagi manusia di zaman ini. Apalagi bagi mereka yang tidak paham nano teknologi baik disisi manfaat dan dampak. Setidaknya legenda bernama Stephen Hawking menjadi kontempelasi aktual untuk jadi batasan rasional. Meskipun rasionalisasi prosesnya bisa membawa kita pada perspektif baru dengan peradaban yang berbeda. Seperti awal Einstein menciptakan teori relativitas dan Newton dengan teori Gravitasi nya. Bisa jadi seperti itulah arah peradaban yang hendak kita tuju. Kita juga tidak mengenal sepenuhnya seperti apa kondisi Bumi secara nyata. Apalagi kalian yang terbiasa dengan dialektika metafisika dan teknologi dengan peradaban yang lebih tinggi. Bisa jadi caraku untuk reflektif menggunakan istilah "harapan", "learn to fly" itu terlalu dangkal. Bisa saja kalian sudah "Learn To Teleport" hahaha. Justru di fase healing ku sebagai Manusia Divergent. Inspirasi kalian membuatku paham banyak hal batas batas kemanusianku. Disisi itu aku juga mengingatkan kalian soal batasan tertinggi seperti yang aku sampaikan sebelumnya. Walaupun di sisiku juga sebenarnya tipe pribadi yang suka dengan dimensi dimensi baru diluar apa yang kita pahami secara umum. Tapi ketika batasan Tuhan membawaku dalam dilema moral yang tidak produktif. Aku memilih sesuatu yang nyata dan bermanfaat buat diriku, keluarga ku dan komunitas ku. Meskipun dalam proses healingku ternyata terlanjur banyak pondasi hidupku yang harus diperbaiki. Di sisi itu harapan akan dunia yang lebih baiklah yang menjadi pegangan buatku untuk masuk ke tahun 2023 untuk melangkah menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya kita masih hidup dan hidup masih berlanjut. Selama Bumi belum kiamat dengan segala penjabaran nya. Kita masih terus menghidupkan bumi sesuai bagian kita sebagai makhluk hidup yang mengisi kehidupan ini. Setidaknya sekarang aku kembali belajar "Learn To Fly" walaupun kalian sudah sampai fase "Learn To Teleport". Jika kalian mau memberikan inspirasi. Bisa jadi itu sangat bermanfaat buat kami yang masih perlu belajar. Apalagi bagi generasi yang akan meneruskan peradaban Bumi. Lebih indah lagi jika kita bisa mengerjakan nya bersama sama dan membuat Bumi lebih nyaman lagi untuk kehidupan kita. Setidaknya harapan adalah kata kunci yang membuat makna impian jadi memiliki roh. Sehingga setiap upaya kita memiliki energi terukur bahkan energi ajaib yang memampukan kita menembus dimensi dimensi baru yang belum pernah dijelajahi oleh umat manusia.

Selamat mengisi Tahun Baru 2023 buat kita semua. Semoga kebijaksanaan Tuhan menyertai kita dalam menghadapi segala kemungkinan di tahun 2023. Setidaknya dengan tetap memiliki harapan  dan "Learn To Fly" bisa membuat kita menjalani hidup ini dengan lebih bermakna. Sekecil apapun makna itu yang penting kita masih hidup dan Bumi belum kiamat. Salam damai dan kasih sayang buat kalian yang berkenan membaca renunganku ini. Tuhan memberkati.


Rabu, 28 Desember 2022

Ampunilah


Wahai pikiranku dan jiwaku
Sembuhlah Dari Sesakmu
Lepaslah dari Ikatan Duka
Sebelum Kematianmu Menjadi Kenangan
Ampunilah

Wahai pikiranku dan jiwaku
Sembuhlah Dari Sesakmu
Lepaslah dari Ikatan Sendu
Sebelum Kematianmu Menjadi Kenangan
Ampunilah

Terimalah Takdir Kita
Dari Dia Yang Maha Pengampun
Kita sejatinya hanyalah Daging
Roh Tuhanlah yang memampukan kita
Buang Semua Ragi Rusak Itu
Mulailah Mengadon lagi
Agar Langkah Kita Hidup
Ampunilah


Semua Kenyataan Sakit dan Dendam
Serahkanlah Pada Maha Penyembuh 
Agar Sempurna Perjalanan Kita
Jalan Menuju Keabadian
Seterjal Apapun itu
Sejahat apapun mereka
Ampunilah

Mungkin Meninggalkan Bekas
Sangat Mendalam dan Merusak Hidupmu
Percayalah Saat Mengampuni
Air Kehidupan Memulihkan Hatimu
Ampunilah

Wahai Maha Pengampun
Bimbing Aku Pendosa Ini
Memberikan Pengampunan 
Seperti TeladanMu
Dengan Segenap Pikiran dan Jiwa
Dengan Damai dan Ikhlas
Sanggup Berkata: "Ampunilah"

Minggu, 18 Desember 2022

Dialog Rasa

Pernahkah kalian mempertanyakan rasa? Mungkinkah kita memiliki rasa yang murni dan sejati tanpa terpengaruh subyektifitas kita atau kita yang dipengaruhi rasa diluar kita menganggap menerima rasa yang benar benar baru dan beda. Padahal perspektif rasa itu sudah bercampur. Jika jawabannya tergantung konsepsi kita tentang rasa. Maka kita perlu memahami lagi makna psikologi, biologi dan teologi serta ilmu lainnya untuk mengetahui semurni apa rasa kita.

Tapi jika harus seserius itu untuk memahami rasa. Kenapa pemulung yang tidak sekolah pun bisa memahami rasa yang kedalaman maknanya bisa melebihi para psikolog, biolog dan teolog terhebat sekalipun? Bahkan rasa mereka justru seolah mengolok ngolok kita yang merasa pernah merasakan berbagai rasa di dunia ini melebihi siapapun yang pernah menjelajahi rasa. Coba saja jika tidak percaya. Aku justru pernah terkagum kagum dalam memahami rasa yang mereka alami dalam hidup mereka. 

Atau mungkin kalian perlu mengenal rasa dari anak anak panti asuhan yang umurnya lebih muda dari kita. Atau Opa dan Oma di panti jompo yang lebih banyak paham rasa karena mereka hidup jauh lebih lama dari kita. Cobalah kalian jika ingin kesana menghilangkan konsep kedatangan kalian kesana karena merasa mereka perlu dikasihani atau sekedar pelampiasan rasa syukur kalian untuk wadah amal dan ibadah kalian untuk mendapatkan pahala. Dalami rasa mereka dan yakinlah kalian akan malu ketika kalian bisa menemukan rasa mereka dalam posisi seperti itu. Rasa Para Penghuni Panti Asuhan atau Panti Jompo yang perlu diperhatikan dan dikasihi. Kalian akan kaget jika disadarkan bahwa  sebenarnya merekalah yang justru sedang beramal dan beribadah saat kita mengunjungi mereka. Kitalah yang justru sedang dikasihi oleh mereka. Pernahkah kalian mencoba memahami rasa mereka yang dengan senang hati memberi kesempatan kepada kita untuk memberikan amal dan ibadah dan menyambut kita dengan sukacita. Rasa apa yang kita terima ketika kita memahami itu? Coba jika kalian menjadi penghuni panti itu dan setiap saat kalian merasa seperti tontonan setiap orang yang berkunjung untuk wisata sosial atau rohani. Bayangkan betapa bosannya menghadapi setiap rombongan yang datang menemui mereka. Apalagi jika kalian dianggap manusia yang harus dikasihani dan tidak punya kehormatan atau harga diri. Pribadi seperti apa yang tercipta di lingkungan itu? Cobalah sekali kali belajar memahami rasa mereka. Bisa jadi rasa mereka sebenarnya jauh lebih kaya dari kita yang merasa lebih karena memberi kepada mereka.

Disinilah sebenarnya caraku untuk menguji kemurnian dan kesejatian rasaku. Dimana rasa yang aku terima atau yang aku beri bahkan yang aku amati dan perhatikan sekalipun.  Aku komunikasi kan dengan cara yang sederhana dan alami untuk mendapatkan kemurnian nya. Sebenarnya ini untuk menambah rasa yang aku pahami. Sehingga aku semakin dewasa dalam memberi dan menerima rasa. Bahkan ketika kondisi dan situasi seolah memperovokasiku untuk pragmatis soal rasa. Sampai pada posisi berhati hati terjebak dalam ilusi rasa. Membuatku selalu mendalami pemahaman rasaku sampai menguji kemurnian dan kesejatian rasa itu secara terus menerus. Agar bisa memahami sejauh mana rasa bisa menyesatkan kemanusiaan ku dan batasan dimana aku tidak menganggap tidak perlu memiliki rasa. Sehingga aku tidak perlu berlarut-larut dalam rasa yang tidak penting bagi kehidupan ku. Bayangkan apapun gendermu, jika engkau hidup sebagai manusia yang tidak punya perasaan atau manusia yang biasa memanipulasi rasa. Maka hidupmu terjebak dalam ilusi rasa yang tidak ada habisnya bahkan sampai harus kecanduan dengan rasa yang sama namun dengan takaran berbeda-beda. Disinilah peran dialog rasa bagi batin kita penting. Agar kita tidak hidup hanya berdasarkan perasaan saja. Tapi perlu juga menggunakan nalar bahkan iman. Agar rasa yang kita terima dan berikan semakin berkembang sampai pada wujud nya yang paling sempurna dari manusia yang ingin hidup sampai pada proses nya yang sempurna.

Seru memang jika kita terus menerus melakukan dialog rasa sepanjang hidup kita. Sampai kita paham rasa yang sejati dan murni ketika kita bertemu rasa Ilahi yang melampaui segala rasa di akhir hayat hidup kita. Hanya itu yang jadi panduan rasa ku agar Hidupku tidak hambar dan aku bisa obyektif dalam memandang manusia manusia yang tidak memiliki perasaan atau ahli memanipulasi perasaan. Setidaknya rasa kita semakin bijaksana bertemu dengan mereka yang seperti itu. Jadi pahamilah setiap rasa yang engkau rasakan supaya engkau tidak terjebak dalam ilusi perasaan yang membuatmu terjebak dalam candu rasa yang tidak mendewasakan. Tetapi justru menghancurkan hidupku dan membuat ku apatis dengan rasa yang ada di dunia ini. 

Apapun itu, kita berhak untuk memilih rasa mana yang layak atau boleh masuk dalam hidup kita. Jangan sampai kita dikendalikan oleh rasa yang merupakan anugerah Tuhan yang indah bagi manusia. Justru kitalah yang harus mengendalikan rasa itu. Salah satu caranya adalah dengan terus menerus melakukan dialog rasa sampai menemukan kedewasaan rasa yang membawa kita mencapai kesempurnaan proses pertumbuhan kita sebagai manusia. Jika kalian memahami maksud ku. Cobalah pertanyaan rasa apa yang aku timbulkan saat kalian membaca tulisanku ini? Apakah kalian malah kehilangan rasa atau justru penasaran untuk menjelajahi setiap rasa yang kalian temukan setiap hari? Silahkan kalian jawab dan temukan sendiri rasa itu. Agar kalian bisa mensyukuri kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita. Jangan sampai kalian menyesal tidak bisa menerima dan memberi rasa lagi saat Tuhan mengambil hidup kita. Di saat itupun kalian tidak akan bisa lagi melakukan dialog rasa. Meskipun itu hanya sekedar berkata:"Oh, ini toh rasanya kematian". Jadi nikmati lah setiap rasa itu selagi kalian ada.

Selasa, 06 Desember 2022

Terima Kasih, Saya Gagal !!!

"Jika mereka ingin kau Gagal, Katakan Terima Kasih kepada Kelompok Pemuja Setan Itu. Biarkan KUTUK yang menyadarkan Kejahatan Mereka dan KEMATIAN yang menyadarkan kesombongan mereka, kelompok Gagak, Penikmat Bangkai Kegagalan, Pengikut Dewi Lili- Musuh Bala Tentara Surga. TERKUTUK lah kalian Kelompok Kakak Tua, Penipu sepanjang Zaman sampai Akhir Zaman menjerumuskan kalian ke NERAKA paling KEJAM" (Plot Novel Rahasiaku-Project 66)

Tidak terasa sudah menjelang akhir tahun 2022. Banyak hal terjadi dan tentunya masing masing orang memiliki pengalaman yang berbeda beda. Khusus aku yang konsisten memilih tidak di VAKSIN. Perjalanan hidupku memang agak berbeda. Walaupun memang tidak clear 100 persen aku tidak pernah terkena COVID. Tapi keyakinanku terhadap imunitas 100 persen masih kupegang. Dalam posisi seperti inipun aku tetap memulihkan diriku dengan obat dan imunitas dalam diriku. Tetap semangat dalam melanjutkan kehidupan meskipun Sumpah Serapah dan KUTUK aku berikan kepada mereka yang tidak berlaku adil padaku selama ini. Padahal nalar sehat bertanya tanya kenapa mereka sampai 3 kali suntik merasa jauh lebih baik ketimbang aku yang tidak pernah di suntik. Sedangkan di sisi ketahanan tubuh, akupun sama seperti mereka dalam mengkonsumsi obat dan memulihkan diri. Itupun aku terkena Covid secara resmi baru di tanggal 30 November 2022. Setelah mereka yang sudah disuntik berkali kali terkena Covid. Buatku, biarlah laknat Tuhan saja yang menghampiri mereka karena kemunafikan mereka sudah aku saksikan dan aku juga menunggu tanda Tuhan benarkah ini akhir Zaman. Apalagi berbagai bencana alam datang silih berganti seolah-olah sebagai teguran kepada mereka yang bermain Virus Covid yang ingin mendatarkan dunia tapi justru membawa Murka Tuhan atas dunia.

Sebenarnya jika kalian bertanya kenapa aku tidak di Vaksin. Penjelasan sederhana nya adalah saat vaksin pertama keluar, sebenarnya itu menimbulkan pertanyaan buatku. Mengingat saat di gunakan di Indonesia, secara teknis jika menghitung prosedur produksi di Pabrik, Penelitian dan Inkubasi virus di Indonesia. Praktis untuk kondisi Indonesia saat itu baru penelitian beberapa bulan saja, seolah-olah vaksin dipaksakan dipakai di Indonesia. Nalar ilmiah ku berpikir sesuai ilmu vaksin dan setidaknya saat itu memang aku melakukan investigasi kecil kecilan dan dapat sumber terpercaya dari orang yang berhubungan dengan pabrik Vaksin. Maka kesimpulan ku saat itu adalah menunggu vaksin terbaik keluar baru aku gunakan. Namun nyatanya pada perkembangannya, keanehan keanehan dalam pola penyebaran Virus dan beriringan dengan keluarnya Vaksin kedua dan sekarang ada Booster yang aku sebut vaksin ketiga dan mungkin ada yang sudah pakai yang keempat. Membuat ku justru semakin yakin dengan imunitas murni dalam tubuhku. Selain itu anehnya saat itu perkembangan Covid kok malah meningkat setelah peningkatan orang yang di Vaksin. Saat itu sebenarnya menjadi pertanyaan buatku terkait Vaksin yang disuntik kan ke dalam tubuh itu. Apalagi buat kita generasi yang tau konsep Resident Evil. Agak berpikir panjang jika terkait cairan yang dimasukkan dalam tubuh dengan kondisi tergesa-gesa. Belum lagi tidak ada jawaban resmi terkait pemberitaan zat sejenis logam dalam vaksin yang sebelum nya pernah heboh di tahun 2021 yang secara logika bisa berfungsi seperti resistor sebagai cikal bakal biochip dalam tubuh manusia atau pengendali pikiran. Meskipun memang tidak ada satupun yang memberikan pernyataan resmi terkait itu. Setidaknya perkembangan teknologi kesehatan memungkinkan untuk itu. Pikiran sederhana ku daripada aku terjebak dalam konspirasi. Mending percaya pada imunitas murni di tubuh ku dan perkembangan obat yang sudah cukup lama dikonsumsi masyarakat dan berhasil menyembuhkan mereka yang terkena Covid.

Buatku apapun yang terjadi, baik secara teknologi atau metafisika. Aku masih hidup dan tetap melanjutkan hidup. Apalagi dalam berkarya, bukan sekali atau dua kali aku melakukannya. Sepanjang aku hidup dan bekerja, aku sudah terbiasa menghasilkan sesuatu baik karena dibayar ataupun tidak dibayar sekalipun. Ini sebenarnya sekaligus jawaban buat kalimat sindiran Geng Kakak Tua  berjudul "Selesai dengan Diri Sendiri". Aku tau mereka merasa Sok Bijak karena berbagai kisah sukses mereka di Era Covid ini. Apalagi mungkin mereka merasa yang paling beramal dan beribadah di era Covid ini. Walaupun ada aspek lain yang buatku masih jadi misteri dan mungkin akan jadi kesaksian ku jika aku dipanggil Tuhan. Mungkin mereka yang merasa paling berhak menilai ku GAGAL dalam kondisiku sebenarnya tidak sepenuhnya bebas bertindak dan bergerak sebagaimana mereka yang di VAKSIN. Makanya aku selalu berdoa dan melepas kutuk dan sumpah serapah kepada mereka kelompok Sombong itu karena merasa berhasil meng COVID kan dunia. Bahkan ada fase dimana setiap hari aku berharap Kiamat lekas dimulai dan mereka semua terkencing kencing melihat Bumi dijungkir balikkan oleh Tuhan. Meskipun memang sepertinya saat ini rasa fase itu rasanya berbeda. Aku lebih fokus pada proses pemulihan kehidupan ku dari Kegagalan terbesar yang pernah aku rasakan dan alami sepanjang hidup. Apalagi ini aku alami di umurku yang 38 tahun dan menjelang 39 tahun. Praktis aku mulai menjalani karirku dengan flat sambil mencoba mengurut satu persatu bagian hidupku yang terlanjur hancur dan mencoba mencari formula untuk memperbaiki nya. Setidaknya umurku tidak setua Kolonel Sanders saat memulai usaha KFC nya. Meskipun untuk saat ini jika aku harus memulai suatu yang baru, kondisi ku agak berbeda dengan Kolonel Sanders. Aku harus belajar mengakui kegagalanku dan mengucapkan Terimakasih Saya Gagal kepada kelompok IBLIS itu. Mungkin ini penting karena memang sebenarnya ini rasa gagal terbesar yang pernah aku alami sampai aku merasa pingin kembali ke masa lalu. Sampai akhirnya aku belajar menerima realitas aku hidup di masa kini dan di masa yang aku lalui selagi aku hidup ntah itu Kiamat atau tidak Kiamat. Tapi memang aku akui bahwa aku Gagal. Tapi karena aku masih hidup, kegagalan itu bisa aku perbaiki dalam kenyataan aku sudah tidak muda lagi dan sudah berumur 38 tahun menjelang 39 tahun. Sederhana nya aku menerima kondisi ini dan kembali pada aktivitas ku. Setidaknya buat mereka yang merasa lebih hebat dariku dan berumur lebih muda dari ku. Berhati hatilah kalian agar tidak terkena kehancuran hidup yang sama saat di umur 38 tahun karena kesombongan kalian ikut geng yang sukses di era ini. Persiapan diri kalian mengantisipasi kondisi seperti ini di masa yang akan datang sehingga bisa lekas bangkit dan tidak lama terpuruk dalam kegagalan. Meskipun kenyataannya sadar betul bahwa waktu terus berjalan tapi kesadaran yang terpenting waktuku berjalan karena Tuhan. Apalagi jika kalian termasuk kelompok yang memiliki ekspektasi hidup tinggi dan terbiasa untuk mencapai nya secara sempurna. Di posisiku saja yang menyadari semua itu adalah proses dan pencapaian ekspektasi itu belum tentu semuanya sesuai yang kita harapkan dan inginkan. Mengalami kondisi shock secara mental dan mengalami berbagai macam ilusi aneh yang sulit dijelaskan secara nalar. Apalagi hal tersebut menggoncang kan pondasi prinsip kehidupan yang selama ini aku yakini dan pelajari secara terus menerus. Setidaknya pondasi imanku kepada Tuhan justru semakin besar dan semakin kuat karena kondisi ini yang membuat ku selalu siap mati kapanpun. Itu juga yang membuat ku tetap taat dan setia pada waktu dan kehendak Tuhan. Meskipun aku tau dalam penilaian manusia aku dikategorikan produk gagal di era Covid ini. Tapi justru ini merupakan tantangan baru buatku. Memanfaatkan lagi waktu yang ada dalam segala keterbatasan aku seperti aku pernah melaluinya atau bahkan lebih hebat lagi dari sebelumnya. Setidaknya hidupku tidak sama lagi itu Nyata dan situasi dan kondisiku juga sudah tidak muda lagi itu fakta. Meskipun aku juga menolak tua dengan tetap menjaga semangat mudaku agar aku bisa bangkit dari kegagalan di era Covid ini dengan cara yang berbeda.

Setidaknya ini tulisan pertama ku yang sangat simbolis terbuka. Sebagai pesan kepada mereka yang menantikan tulisanku karena tau aku ga di Vaksin. Sekaligus merindukan refleksi ku dari perspektif mereka yang bertahan hidup dengan tidak di vaksin di era Covid ini. Ini juga ucapan Terimakasih ku buat kalian karena berhasil menggagalkan ku. Setidaknya makna revolusi mental yang kudapatkan adalah menerima kegagalan dan memperbaiki situasi itu untuk melihat segala sesuatunya dengan perspektif yang berbeda. Ada sedikit pesan di awal sebagai kode khusus ku kepada Kelompok Iblis penyebab Covid ini. Sekaligus pengingat buat mereka jika dunia yang lebih baik adalah impian mereka. Apakah berbagai bencana alam itu tidak bisa kalian maknai bukti nyata murka Tuhan atas kesombongan intelektual kalian. Meskipun bisa kalian sangkal sebagai sebuah kebetulan yang kebetulan nya berulang berkali kali? Inikah dunia lebih baik yang kalian inginkan? Setidaknya jika kita harus memulai lagi memperbaiki segala sesuatunya. Setidaknya kondisi ini jadi perenungan bersama buat kita. Dunia seperti apa yang ingin kita capai untuk generasi setelah kita? Sama seperti kalian, nalarku pun masih berfungsi normal. Hanya memang karena faktor gaib yang terjadi bersamaan dengan fenomena survival ku. Caraku bernalar juga berubah.

Selamat Datang Pembaca

Sebagaimana judulnya, Blog ini akan dipenuhi oleh tulisan-tulisan saya baik berupa puisi, artikel, renungan ataupun celotehan-celotahan yang merupakan refleksi dari keseharian saya dalam menjalani kehidupan.

Banyak hal yang bisa didapatkan ketika kita mengambil setiap makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalam hidup ini. Sangat sayang jika hal tersebut hilang dan tidak terekam dengan baik dalam bentuk catatan-catatan yang tujuannya adalah untuk refleksi diri.Hal ini sangat bermanfaat untuk pertumbuhan diri dan kekayaan jiwa dalam membentuk kebijaksanaan diri memandang kehidupan sebagai sesuatu yang mengagumkan.

Itulah sebabnya Blog ini diberikan nama Jurnal Refleksi diri.Tempat dimana hati berbicara dalam bentuk kata.Kata-kata yang hidup karena tercipta oleh kehidupan dan untuk kehidupan. Dimana kehidupan terbingkai dalam keabadian dan kekekalan oleh sebuah kata.Untuk itulah engkau diletakkan disini wahai kata.Bersemayamlah dalam kesempurnaanmu.Kesempurnaan seorang manusia yang memahami hakekat dirinya yaitu untuk berkarya selama hidupnya.

Salam refleksi

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri