Jumat, 08 Februari 2008

Kehebatan Suharto

Suharto merupakan produk Generasi Renasaince Indonesia yang lahir saat proses revolusi menuju terbentuknya negara Indonesia sedang berlangsung. Generasi ini dilatih untuk menantang maut bukan hanya dengan otot tapi juga dengan otak yang mampu berbicara bukan hanya tingkat lokal namun sampai panggung Internasional. Hal ini sy simpulkan dari penelusuran sy terhadap literatur-literatur sejarah dan dialog pribadi dengan beberapa veteran-veteran yang masih hidup.

Rata-rata mereka bukanlah pribadi yang gampangan dan mudah menyerah namun memiliki karakter yang teguh seperti batu karang dan memiliki kreativitas yang baik. Mereka bukanlah generasi yang mengejar ilmu pengetahuan hanya lewat sekolah formil namun berguru secara alami kepada sekolah kehidupan. Maka tidaklah mengherankan apabila ada diantara kawan-kawan yang termasuk keluarga veteran, apabila melihat ayah/om//opa/kakek yang masih segenerasi dengan Suharto rata2 memiliki kekuatan fisik dan rasa ingin tau yang tinggi. Mereka adalah otodidak sejati yang selalu haus dengan hal2 baru. Inilah yang seringkali membuat saya penasaran ketika bertemu kepada para veteran dan sering menanyakan kenapa generasi mereka begitu berkualitas, tegas, berwibawa dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi?


Rupanya keadaan saat itu banyak memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter mereka. Suasana masyarakat yang terjajah menimbulkan obsesi yang kuat untuk merdeka. Hal ini mendorong mereka untuk mengoptimalkan apa yang ada di dalam diri mereka untuk mengusir para penjajah tersebut. Mereka sadar kualitas individu yang tradisional akan mudah dihancur leburkan apabila harus berhadapan dengan penjajah yang modern dan terdidik. Oleh karena itu agar perjuangan mereka tidak sia-sia tidak ada kata "keterbatasan" untuk sebuah kualitas.

Memang kesadaran ini tidak otomatis dialami oleh satu angkatan, tapi ada faktor lain seperti gerakan kebangkitan nasional oleh Budi Utomo, peristiwa Sumpah Pemuda, Usaha2 penyadaran oleh orang asing lewat media untuk menyadarkan kaum terdidik (seperti karya Max Havelar oleh multatuli (Dowes Deker)) dan gerakan2 kepemudaan tingkat kesukuan. Tapi satu hal yang seragam diceritakan oleh para veteran2 tersebut adalah kaum yang tersadar ini mau turun langsung ke masyarakat kecil (kaum tertindas). Sehingga seni berhubungan secara pribadi dengan masyarakat tidaklah asing bagi mereka dan menarik simpati dari masyarakat bukanlah hal yang sulit...

Kualitas seperti inilah yang dimiliki juga oleh Suharto sebagai bagian dari angkatan renasaince tersebut. Tapi pertanyaannya kenapa Suharto yang jadi Presiden? Refleksi atas pertanyaan inilah yang kemudian memunculkan sedikit kekaguman dalam hati saya kepada Suharto. Kalau menilik dari Sejarah memang keterlibatan CIA adalah salah satu faktor yang mendongkrak namanya sebagai calon pengganti Sukarno yang saat itu sangat anti dengan Amerika (imprealisme). Namun pertanyaannya bagaimana dia bisa kenal dengan CIA? Untuk menjawab hal ini saya menafsirkan dari perjalanan Karir Suharto yang pernah masuk KNIL (tentara Belanda), PETA, dan kemudian masuk dalam pasukan pejuang kemerdekaan menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang pintar melihat situasi. Dia tau kapan harus masuk dalam kelompok ini dan kapan harus pergi. Inilah yang kemudian sangat bermanfaat bagi dia ketika akhirnya berhasil memegang kekuasaan.


Mengutip pernyataan kawan saya dalam forum KALABAHU LBH Jakarta ketika diskusi tentang Neoliberalisme, untuk dapat berkuasa langgeng di Indonesia ada 5 hal yang harus dikuasai yaitu: Militer, Modal, Media, Massa dan Muslim. Hal inilah yang juga disadari Suharto ketika memegang kekuasaan. Hal pertama yang harus dia pegang adalah militer. Ketika dia berhasil memegang militer, perlahan untuk menciptakan stabilitas dia habisi seluruh lawan-lawan politik potensial yang bisa mendongklengnya. Setelah berhasil kemudian dia Undang investasi asing (modal) untuk membangun Indonesia. Inilah yang kemudian membuka keran-keran ekonomi dengan prinsip menetes kebawah sehingga rakyat merasakan kemakmuran dan kemudian bersimpati kepadanya (massa). Setelah itu dia membredel media agar hanya ada satu arus informasi yang menguasai kesadaran masyarakat Indonesia yaitu kesadaran yang berpusat pada Suharto. Inilah yang membuat kekuatan dia bisa menembus bukan hanya sampai seluruh lapisan masyarakat tapi sampai kedalaman jiwa (manipulasi pikiran) atau bahasa inteleknya hegemoni. Baru setelah akhir 90-an dia mendekati kaum muslim dengan ICMInya untuk semakin menguatkan kuku-kuku feodalisme rezim Suharto. Bayangkan orang seperti apakah Suharto itu yang bisa menjalankan 5 elemen ini. Pendidikannya padahal gak sampai sarjana?Hebat bukan?

Jadi tumbangnya Suharto kalau murni gerakan dalam negeri tanpa didukung dari luar adalah suatu yang sulit. Karena begitu membudayanya dinasti Suharto di negeri ini. Sebab bukanlah sembarang orang yang bisa peka (zaman itu) melihat 5 elemen ini yang harus ditaklukkan agar cengkraman dinasti Suharto secara politis bisa hancur. Ada kekuatan lain dibalik gerakan rakyat yang terlihat seolah-olah spontan bergerak untuk mendobrak. Mungkin saja salah satu karakter Suharto yang licin ini mulai sadar bahwa kalau dihitung dengan prinsip ekonomi break event point masuknya modal asing (kapitalisme) amerika dan antek-anteknya lebih banyak merugikan bangsa Indonesia. Apalagi dia mungkin sudah mulai bosan di dikte oleh bosnya yg dulu berhasil menaikkan beliau.... Agar aman bagi bosnya hanya satu kata: Bye-bye Brother"

Nah setelah tumbang dan koit, jika ingin menelusuri semua hal yang terkait dengan kasus Suharto ini, kita mau tidak mau akan bertemu dengan kelima elemen ini. Hampir seluruh elemen bangsa ini terlibat bukan??? Sekarang mau gak kita buka aib kita sendiri? Apalagi selama ini ikut menikmati tetesan susu dari toiletnya Suharto

Suharto memang hebat, berhasil membuat bangsa ini dalam posisi serba salah. Yang lebih hebat lagi pihak-pihak lain yang berhasil menyetir Suharto dan berpesta pora sehabis merampok negeri ini tanpa disadari oleh rakyat di negeri itu bahwa merekalah perampoknya... Kasian Suharto, hidup jadi tumbal, mati juga dijadiin tumbal


Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Selamat Datang Pembaca

Sebagaimana judulnya, Blog ini akan dipenuhi oleh tulisan-tulisan saya baik berupa puisi, artikel, renungan ataupun celotehan-celotahan yang merupakan refleksi dari keseharian saya dalam menjalani kehidupan.

Banyak hal yang bisa didapatkan ketika kita mengambil setiap makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalam hidup ini. Sangat sayang jika hal tersebut hilang dan tidak terekam dengan baik dalam bentuk catatan-catatan yang tujuannya adalah untuk refleksi diri.Hal ini sangat bermanfaat untuk pertumbuhan diri dan kekayaan jiwa dalam membentuk kebijaksanaan diri memandang kehidupan sebagai sesuatu yang mengagumkan.

Itulah sebabnya Blog ini diberikan nama Jurnal Refleksi diri.Tempat dimana hati berbicara dalam bentuk kata.Kata-kata yang hidup karena tercipta oleh kehidupan dan untuk kehidupan. Dimana kehidupan terbingkai dalam keabadian dan kekekalan oleh sebuah kata.Untuk itulah engkau diletakkan disini wahai kata.Bersemayamlah dalam kesempurnaanmu.Kesempurnaan seorang manusia yang memahami hakekat dirinya yaitu untuk berkarya selama hidupnya.

Salam refleksi

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri