Rabu, 18 Juni 2008

Kesempurnaan Manusia (Sebuah Refleksi)

Kesempurnaan Manusia
(Sebuah Refleksi)

dunia dan semua yang dikandungnya adalah sempurna,
meskipun belum selesai
(Wallace D.Wattles)



Manusia, makhluk yang sempurna karena diciptakan oleh Sang Maha Sempurna. Itulah sebabnya gen sempurna mengalir dalam diri manusia. Manusia yang seharusnya hidup dalam takdir sempurna. Kesempurnaan yang mengalir dari Sang Maha Sempurna

Manusia yang ditakdirkan sempurna ini, menggunakan pikiran sempurnanya untuk melompati takdirnya yang sempurna untuk mencapai kesetaraan dengan Sang Maha sempurna bahkan menjadi Sang Maha Sempurna itu sendiri. Aliran arus kesempurnaan yang tadinya mengalir dari Sang Maha Sempurna dengan sempurna menjadi kacau. Sehingga energi sempurna berbenturan dengan energi Sang Maha Sempurna. Manusia yang sempurna ini tentunya tidak sanggup menerima energi Sang Maha Sempurna karena kapasitasnya yang masih sempurna.

Persentuhan kutub sempurna dengan Maha Sempurna inilah yang kemudian menurunkan kadar kesempurnaan diri manusia. Hal ini disebabkan mulai dipertanyakannya dalam pikiran manusia yang sempurna mengenai batas-batas kesempurnaan itu. Inilah yang membuat perspektif sempurna tidak lagi dilihat secara sempurna tetapi mulai dipecah menjadi bagian-bagian dari kesempurnaan.

Ketika kesempurnaan ini mulai terbagi-bagi maka mulailah manusia yang sempurna ini terbagi menjadi potongan-potongan manusia sempurna yang kemudian beranak pinak dan semakin terbagi-bagi dari generasi ke generasi. Oleh karena itulah sebabnya memori kesempurnaan itu masih tertanam dalam jiwa manusia yang sempurna sehingga dalam dirinya manusia selalu berhasrat untuk sampai pada kesempurnaan. Kesempurnaan yang dulu merupakan takdir manusia yang sempurna.

Maka bertumbuhlah engkau wahai manusia.Cari dan kejarlah setiap potongan-potongan kesempurnaan yang menjadi hakmu. Jangan berhenti dan lelah untuk mencapai kesempurnaanmu. Sebab segalanya belum selesai sampai engkau kembali dalam jalan yang ditentukan kepadamu. Jalan kesempurnaan, kesempurnaan seorang manusia yang tercipta dari Yang Maha Sempurna. Maukah engkau mengakhirinya dalam kesempurnaan atau melarikan diri dan bersembunyi dalam bahasamu bahwa manusia tidak sempurna?Jika demikian berpuaslah dengan kesempurnaanmu yang tidak sempurna wahai manusia...

Koruptor

Bohong
Bahasa Kebenaran kau permainkan
Moralitas kau perjualbelikan
Kejujuran kau obral


Munafik
Dari mana asal uangmu
Berapa banyak orang yang kau korbankan
Kedermawananmu adalah penghisapan

Pengecut
Kau berkata sulit hidup bersih
Semua orang melakukan permainan itu
Apakah itu bentuk ketidakmampuanmu atau ketidak mauan?

Ya semua itu karena uang
Kebahagiaanmu disana
Tanpanya kau tidak bisa hidup
Dasar hamba uang

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Realitas di Bahalat

Hamparan sawah dikampung bahalat
Hijau bersinar memamerkan keindahan
Kelimpahan hasil bumi cerminan berkat
Tempat mereka menumpukan seluruh harapan

Hama bersembunyi dibalik semak
Menipu pandangan yang kurang menyimak
Tak dinyana hati mereka sesak
Memikirkan masa depan sang anak

Oh Tuhan sedih hati ini
Hanya bisa memberi nasehat dan doa
Kan kusimpan kenangan ini
Sebagai bagian dari cita-cita

Ini ikrarku, ini nazarku
Hidupku dan nafasku
Kupersembahkan untuk yang terluka
Sembuhkan aku Tuhan
Aku ingin menolong mereka

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi diri

Minggu, 08 Juni 2008

Suara Kebenaran (Sebuah Refleksi)

Suara Kebenaran

(Refleksi Film Civil Action)

Oleh :

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu: pemberontakan!
(Wiji Thukul)

Bukan merupakan suatu rahasia umum lagi bahwa ”kebenaran uang” memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Orang bisa berbuat baik dan juga jahat dengan uang. Bahkan harga diri pun bisa digadaikan hanya karena uang. Oleh karena itu kitab suci memberikan peringatan bahwa ”cinta uang” adalah akar dari segala kejahatan. Hal ini berarti jika tidak ingin menjadi jahat maka janganlah memberhalakan uang sama seperti mencintai Tuhan, jika hal tersebut dilakukan maka menjadi hamba uang adalah sesuatu yang tidak mengherankan.

Penggambaran hamba uang ini terlihat di awal pemutaran film civil action dimana seorang advokad muda yang bernama Cheeseman tergiur dengan tawaran sejumlah uang ketika membela seorang di pengadilan. Bagi orang awam hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah dengan demikian hukum dapat dibeli dengan uang? Jika demikian apakah dharma hukum yaitu kebenaran dan keadilan dapat dikalahkan oleh kebenaran uang?? Semuanya hanya tergantung pada pilihan dan keberpihakan dari seseorang. Tidak serta merta dikatakan bahwa hukum adalah kepunyaan seseorang yang memiliki uang, namun kebenaran sejati akan bersinar dengan sendirinya segelap apapun dunia. Meskipun semua jalan tertutup namun kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Benarkah demikian?

Dalam kondisi di puncak karier, Cheeseman adalah sosok advokad yang diidam-idamkan oleh banyak advokad muda lainnya. Masuk dalam sepuluh orang muda terpopuler, memiliki banyak uang dan prestasi tidak pernah kalah dalam beracara di pengadilan membuat namanya semakin terkenal. Namun hal tersebut ternyata tidaklah kekal, dalam waktu sekejap dapat habis dan hilang terkubur oleh waktu dan keadaan. Diawali oleh kasus yang dialami sekelompok kecil masyarakat di suatu wilayah dimana anggota keluarga mereka tiba-tiba meninggal karena menderita penyakit yang tidak jelas penyebabnya. Sekelompok kecil masyarakat ini meminta bantuan Cheeseman untuk menyelidiki hal tersebut. Yang menarik adalah keinginan mereka yang terutama bukanlah ganti kerugian berupa uang tetapi adalah agar kebenaran mengenai sebab kematian anggota keluarga mereka terungkap. Awalnya Cheeseman tidak tertarik dengan perkara tersebut, selain karena tidak ”komersil” kasus ini masih belum begitu jelas duduk perkaranya dan tentunya membutuhkan banyak waktu, tenaga dan biaya untuk menyelidikinya. Meskipun masyarakat tersebut telah memberikan selentingan bahwa ada indikasi penyebab awalnya adalah tercemarnya air (kasus lingkungan bukan kesehatan sebagaimana spesialisasi Cheeseman) namun hal tersebut tidak menggelitik sense of justice and sense of truth dari advokad parlente kita ini. Ternyata pelanggaran hukum membangunkan kesadaran hukum dari penegak hukum kita ini. Setelah ditilang untuk yang kedua kalinya di jembatan yang sama, Cheeseman tertarik untuk melihat-lihat sungai yang mengalir dibawah jembatan tersebut. Setelah menelusuri sungai tersebut ternyata dia mendapati fakta hukum bahwa sungai tersebut memiliki kemungkinan tercemar oleh pabrik kulit yang beroperasi disana. Hal ini menimbulkan kecurigaan dalam Cheeseman bahwa perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran hukum.Disiniliah masalah yang menimpa Cheeseman mulai menunjukkan gejala kelahirannya.

Temuan tersebut membawa Cheeseman untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut bersama tim di Firma Hukum tempatnya bekerja. Ternyata didapati bahwa pabrik tersebut dimiliki oleh salah satu perusahaan yang cukup terkenal. Jiwa matrealistik Cheeseman terangsang oleh informasi yang menggiurkan tersebut. Tuntutan ganti rugi dalam jumlah besar menjadi tujuan utama yang ada dalam benaknya, meskipun hal tersebut bertentangan dengan keinginan kliennya yang terkena dampak yaitu masyarakat di sekitar daerah beroperasinya pabrik kulit tersebut. Apakah Cheeseman mendapatkan sebagaimana yang ada dalam pikirannya? Singkat cerita Cheeseman melakukan penyelidikan dengan mendatangkan ahli ke daerah tersebut, selain itu dia juga melakukan upaya mediasi dengan pihak dari perusahaan yang diwakili oleh penasihat hukumnya. Upaya ini ternyata membuat Firma hukum Cheeseman memfokuskan untuk berkonsentrasi pada kasus ini sehingga firma hukum tersebut tidak mendapatkan pemasukan sama sekali. Ironisnya justru firma hukum ini harus mengeluarkan banyak uang bahkan sampai harus berhutang ”demi kasus ini”.

Orientasi berpikir Cheeseman mulai berubah ketika pada akhirnya dia dihadapkan pada dilema untuk tetap bertahan membela kepentingan klien dalam mengungkapkan kebenaran yang terdapat dari kasus ini atau memilih untuk memikirkan nasib teman-temannya yang tergabung dalam tim Firma Hukumnya yang sudah bangkrut dan terjelit hutang. Pada saat itu Cheeseman mulai sadar bahwa kebenaran lebih penting daripada uang, meskipun pada saat itu mereka amat sangat membutuhkan uang. Cheeseman tetap bertanggung jawab untuk menyelesaikan kedua hal tersebut yaitu dengan menerima tawaran penasihat hukum perusahaan untuk menerima ganti kerugian dan berjuang sendirian untuk menyuarakan kebenaran yang dia pahami terdapat dalam kasus ini. Putusan pengadilan yang memenangkan pihak perusahaan tidak membuatnya gentar, upaya peninjauan kembali yang dilakukan Cheeseman akhirnya berhasil, perusahaan tersebut dihukum untuk membayar sejumlah uang untuk ganti kerugian dan pabrik kulit di sekitar sungai tersebut ditutup. Akhirnya kebenaran yang mengatakan bahwa penyebab kematian anggota keluarga masyarakat disekitar pabrik terungkap. Pabrik tersebut terbukti bersalah secara hukum dan keluargapun puas telah mengetahui kebenarannya.

Jika berpikir secara kronologis banyak pesan yang bisa didapatkan dalam film ini. Walaupun ada beberapa kekosongan seperti tidak adanya upaya masyarakat untuk mengorganisir diri dalam membantu cheeseman dan heroisme yang agak absurd yaitu rela berhutang sampai bangkrut untuk membela kasus ini dan secara hukum banyak aspek yang bisa diperdebatkan secara akademis seperti pembuktian kesalahan perusahaan dan putusan pengadilan tingkat pertama. Namun ada hal menarik disini, yaitu bagaimanapun berlikunya hambatan yang dialami oleh keluarga sekitar pabrik untuk mengungkap kebenaran mengenai penyebab kematian anggota keluarga mereka, pada akhirnya suara kebenaran tersebut didengarkan oleh hukum. Ada pesan optimisme yang disampaikan kepada masyarakat bahwa hukum tidak tuli dan bisu. Tidak selamanya uang dapat menyumbat telinga hukum dan menyumpal bibir keadilan. Memang ”untuk tetap bertahan” bukanlah suatu pilihan yang mudah. Sebagaimana yang dilakukan Cheeseman harus ada pemberontakan secara pribadi untuk memilih berpihak pada kebenaran. Jika tidak ada seorangpun yang akan memperjuangkannya, sebagaimana optimisme yang terdapat di film ini maka kebenaran sendirilah yang akan melahirkan Cheeseman-scheeseman berikutnya sebagai Kesatria Pejuang keadilan. Mungkinkah? Biarlah waktu yang akan menjawabnya.

Kawasan Budak Nusantara (Sebuah Refleksi)

KAWASAN BUDAK NUSANTARA (KBN)

(Sebuah Refleksi)

Oleh

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu

Tulisan ini adalah sebuah laporan observasi langsung di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung yang merupakan penghayatan empirik terhadap materi dasar yang sudah diberikan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Karya Latihan Bantuan Hukum 2007. Observasi dilakukan selama sehari (Sabtu, 23 Maret 2007) dengan metode pengamatan tidak terlibat (nonparticipant observation) yaitu dengan melakukan wawancara sambil lalu terhadap pekerja, kepala keamanan dan pedagang kaki lima di sekitar wilayah KBN Cakung serta mengamati seluruh wilayah KBN Cakung dengan mengelilingi setiap area sambil mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan kenyataan sosial yang ada di daerah tersebut. Pengamatan ini tidak terikat pada suatu kerangka penelitian ilmiah yang bersifat sistematis, metodologis sehingga jenis observasi ini dapat digolongkan sebagai pengamatan tidak sistematis yang tujuan utamanya adalah sebagai bahan penghayatan terhadap materi dasar yang sudah diberikan dan sifatnya hanyalah sebuah refleksi terhadap kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat khususnya di daerah KBN Cakung..

Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Pembentukan Kawasan Berikat dimulai dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 22/ 1986, yang berlaku mulai 6 Mei 1986. Peraturan Pemerintah ini kemudian diubah dengan PP No. 14/1990. Tujuan utama pembentukan kawasan berikat adalah mendorong peningkatan ekspor sehingga perlu diberikan insentif di antaranya berupa fasilitas di bidang perpajakan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Kemudian dikeluarkan PP No. 3/1996 yang mengatur bahwa atas impor barang modal, barang dan/atau bahan dari luar daerah pabean ke dalam Kawasan Berikat diberikan penangguhan PPN. Pada tahun yang bersamaan, dikeluarkan juga PP No. 33/1996 tentang tempat penimbunan berikat yang mencabut PP No. 14/1990.

Pemberian fasilitas khusus yaitu berupa kemudahan di bidang kepabeaan, cukai dan perpajakan di Kawasan Berikat ternyata pada perkembangannya hanya dinikmati oleh mayoritas Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Sehingga hal ini menarik untuk dikritisi ketika tujuan utama pembentukan kawasan berikat untuk mendorong peningkatan ekspor namun pemanfaatannya sebagian besar dilakukan oleh perusahaan asing menimbulkan pertanyaan kepada siapakah keuntungan paling besar dapat dinikmati dengan adanya kebijakan tersebut? Apakah negara dalam hal ini dapat mendorong perkembangan ekonomi makro dengan meningkatnya kuantitas ekspor yang tentunya menambah devisa negara, atau ini hanyalah salah satu upaya penghisapan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia mengingat kegiatan ekspor yang dilakukan toh juga dilakukan oleh perusahaan asing bukannya perusahaan lokal. Jika demikian untuk apa pemberian insentif dilakukan? Jika argumentasi didasarkan atas keterbatasan modal dan kurangnya penguasaan teknologi dan rendahnya kualitas SDM, pertanyaannya kenapa pemerintah tidak mengupayakan pemberdayaan modal yang dimiliki pengusaha lokal dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang tentunya memiliki dampak perubahan sosial yang lebih besar ketimbang pemberian fasilitas tertentu kepada kelompok kecil yang notabene sebagian besar perusahaan asing? Disini jelaslah kepentingan mana yang lebih diutamakan oleh pembuat kebijakan. Suatu kebijakan yang tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat namun lebih berorientasi pada penyuburan perbudakan model baru di Indonesia.

Tidak mudah menjawab pertanyaan diatas jika hanya mendasarkan analisis pada asumsi-asumsi tanpa disertai data-data pasti yang mendukung.Namun sebagai suatu kepastian hal ini tidak terlepas dari mengakarnya paham neoliberalisme di Indonesia sejak diamandemennya Undang-Undang dasar 1945 khususnya pasal 33. Neoliberalisme sebagai suatu paham yang merujuk pada perangkat ekonomi yang dominan di hampir semua negara di dunia yang membebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah,termasuk dalam penentuan harga, investasi, dan juga dalam pengelolaan perburuhan. Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia dalam banyak hal sudah berada dalam genggaman neo-liberalisme, sehingga program swastanisasi perusahaan-perusahaan negara (seperti penjualan saham Indosat pada zaman Presiden Megawati), dan akan banyak lagi terjadi bukanlah hal yang aneh. Sama halnya dengan keberadaan kawasan berikat yang secara awam dianggap ide cerdas bahwa dengan adanya pengumpulan perusahaan-perusahaan di suatu area tertentu disertai iming-iming insentif (campur tangan pemerintah??) diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan tentunya dapat memberikan ”setetes embun” dalam bentuk penyediaan lapangan kerja.Benarkah demikian??

Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung yang terletak di Jalan Raya Cakung Clincing, yang berjarak 5 Km dari Pelabuhan Tanjung Priok, merupakan sebuah kawasan yang memiliki luas 176,7 hektar dengan jumlah investor sebanyak 102 Perusahaan yang bergerak pada bidang usaha garment, cartoon box, hanger, sepatu, wig, sarung tangan, plastik, pencetakan kain, bubuk kimia, komputer, televisi, pencelupan, furniture, loundry,packaging, tusuk gigi, baju rumah sakit, bordir, makanan, perdagangan ekspor impor, jas hujan. Dari 102 perusahaan tersebut terdapat 23 Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN), 1 perusahaan swasta dan 78 Perusahaan Modal Asing (PMA). Perusahaan-perusahaan Modal asing tersebut berasal dari Korea, Hongkong, Taiwan, Jepang, Singapura, Italia, Mauritus, India, Belgia.Hampir 80 % perusahaan yang berinvestasi disana adalah perusahaan asing. Hal ini menunjukkan adanya dominasi dari perusahaan asing yang mengindikasikan bahwa mayoritas majikan adalah pihak asing. Lain halnya dengan jumlah Tenaga Kerja Asing di seluruh wilayah KBN di Indonesia tahun 2006 yaitu sebanyak 75.089 pekerja domestik dan 422 pekerja asing. Dari pengamatan di KBN Cakung dapat dilihat mayoritas pekerja adalah pekerja domestik dan sebagian besar adalah perempuan.

KBN Cakung yang terlihat megah dan tertata rapi menimbulkan kesan bagi masyarakat yang mengelilinginya sebagai suatu tempat yang nyaman untuk bekerja. Hal ini tentunya disertai imajinasi kesejahteraan dan kemakmuran bagi pihak-pihak yang bekerja disana. Tidak heran dari hasil wawancara dengan kepala keamanan, pedagang bahkan kepada para pekerja didapatkan informasi bahwa sebagian besar pekerja di sana adalah penduduk sekitar. Minimnya kesempatan kerja dan rendahnya tingkat pendidikan ”memaksa” mereka untuk bekerja di sana setamat SMP dan SMA. Selain untuk mendapatkan pendapatan tambahan, adanya seleksi khusus (rekayasa kesadaran) untuk bekerja disana menimbulkan kesan bahwa bekerja di salah satu pabrik di KBN Cakung adalah sebuah keuntungan. Sehingga tidak mengherankan ketika sebagian besar pekerja disana menganggap bahwa perusahaan adalah pahlawan karena telah memberikan mereka pekerjaan. Hal ini yang membentuk mindset bahwa apapun yang ditentukan perusahaan adalah benar dan mereka harusnya berterima kasih telah diterima bekerja disana. Hal ini diperkuat oleh keterangan beberapa pekerja garment yang mengatakan bahwa mereka bekerja disana ”hanya kalau ada barang” sehingga mereka diberikan label pekerja borongan. Sistem upah yang mereka terima hanya apabila mereka mendapat ”order” untuk bekerja. Apabila tidak ada order mereka tidak bekerja dan tidak mendapat upah. Jika demikian mereka hanya menunggu sambil aktif mencari informasi dari perusahaan apakah ada pekerjaan untuk mereka. Disini dapat dilihat adanya suatu pola hubungan yang timpang, dimana seolah-olah pekerja yang paling butuh perusahaan, padahal dalam proses produksi pekerja memiliki peranan yang cukup penting juga. Bagaimana memikirkan hak apabila pola hubungan yang tercipta sudah timpang??

Paradigma yang timpang juga dapat disimpulkan dari keterangan seorang kepala kemananan yang mengatakan bahwa tidak semua syarat perjanjian kerja dapat dipenuhi oleh perusahaan. Asal ada konsensus antara pekerja dengan perusahaan maka dianggap perusahaan sudah menjalankan kewajibannya. Argumentasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa banyak perusahaan yang bangkrut hanya dalam waktu beberapa tahun karena tidak sanggup memenuhi hak-hak pekerja yang membuat perusahaan terus merugi karena ongkos produksi yang tinggi. Disini dapat dilihat adanya suatu hegemoni pemikiran bahwa apabila pekerja memaksakan haknya maka mereka akan kehilangan pekerjaannya. Kalau tidak ingin kehilangan pekerjaannya maka pekerja harus membantu perusahaan dengan mengurangi tuntutan atas haknya. Hal ini tentunya akan melegalkan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan perusahaan terhadap pekerja. Peristiwa pelarangan masuk perusahaan 463 buruh yang berdemonstrasi untuk menuntut 8 hak normatif dan 9 kepentingan buruh disertai mogok kerja pada tanggal 7-9 maret 2007 yang menyebabkan perusahaan rugi ratusan juta rupiah disertai rencana manajemen PT Elok Indobratama Agung untuk memPHK mereka yang ikut demonstrasi adalah salah satu contoh sikap arogan perusahaan.Walaupun serikat pekerja disana sudah menawarkan upaya berunding sampai dua kali namun tidak ada respon sama sekali dari perusahaan. (Kompas cyber media, 15 maret 2007). Hal serupa terjadi pada salah seorang pegawai di salah satu perusahaan. Menurut keterangan kepala keamanan pegawai tersebut diberhentikan tanpa batas waktu karena kesalahan dalam proses produksi dan tidak diberikan gaji selama masa berhenti tersebut. Disini ada ketidakpastian status dari pegawai apakah dia masih merupakan pekerja disana atau sudah di PHK.Perusahaan adalah bos, dan pekerja adalah budak maka segala keputusan bos adalah final. Sehingga dominasi perusahaan terhadap pekerja mirip dengan hubungan majikan dengan budak pada zaman dahulu. Memang tidak semua perusahaan bersikap seperti itu, namun penelitian lebih lanjut terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di KBN Cakung sangat penting untuk membuktikan kebenaran dari analisis terhadap permasalahan tersebut diatas.

Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa lengkaplah kriteria untuk mengatakan bahwa daerah Kawasan Berikat Nusantara sebagai kawasan Budak Nusantara. Kriteria tersebut antara lain:

1. Peranan yang besar dari investor asing menunjukkan bahwa negara Indonesia bangga mendapatkan belas kasihan dari negara lain dan pertolongan dari bangsa lain padahal dilain pihak justru negara lain yang diuntungkan dengan adanya insentif khusus bahkan hasil produksinya di ekspor ke Asia, Amerika, Eropa, Jepang yang merupakan daerah asal dari investor.

2. Penggunaan modal asing dan sumber daya asing sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa Indonesia adalah Negara yang mudah menyerah, merasa diri lemah, dan menganggap negara lain lebih unggul daripada negaranya sehingga hal ini membuka peluang untuk terjadinya perbudakan kembali negara Indonesia oleh pihak asing dengan memanfaatkan rendahnya kemampuan berkompetisi dan produktivitas kerja.

3. Sikap pasrah sebagian besar pekerja yang menganggap bahwa perusahaan asing yang memberikan pekerjaan adalah perusahaan menunjukkan bahwa dominasi otot masih lebih besar ketimbang otak sehingga tidaklah mengherankan pekerja Indonesia selalu tertinggal baik dalam hal kualitas sumber daya manusianya dan kemampuan menguasai teknologi.

Dari kesimpulan tersebut diatas dapat disampaikan beberapa saran dan rekomendasi antara lain:

1. Meninjau ulang keberadaan Kawasan Berikat dan mengaudit potensi keuntungan negara dan kontribusinya bagi masyarakat apakah mensejahterakan rakyat atau hanya menguntungkan perusahaan asing.

2. Memperketat pengawasan pelaksanaan ketentuan perjanjian kerja antara perusahaan dengan pekerja di kawasan berikat nusantara.

3. Meningkatkan kualitas SDM para pekerja dengan memprioritaskan pada upaya pencerdasan struktural dengan memberikan kesempatan belajar sampai jenjang pendidikan tinggi lebih besar dengan kebijakan kuota khusus bagi anak-anak buruh untuk dapat mengikuti pendiodikan-pendidikan di universitas negeri.

4. Penyatuan sumber-sumber modal dalam negeri untuk mengelola sumber-sumber produksi untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia

Pencerahan

Kulihat sekumpulan burung
Mengepakkan sayap dengan berirama
Mengeluarkan gelombang ketenangan
Oh indahnya

Kutarik nafas dalam-dalam
Kupejamkan mata
Hembusan angin lembut terasa
Oh damainya

Terdengar alunan piano Sebastian Bach
terbuai diriku dalam setiap nada
Terbang dalam khayalan
Oh bahagianya

Kusentuh setiap benda disekitarku
Dengan takjub kubelai perlahan
Seperti anak kecil yang baru melihat dunia
Oh ajaibnya

Inikah namanya kesadaran
Semuanya tertangkap begitu jelas
Seluruh Panca Indra tersentak
Oh begitu mengagumkannya dunia


Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Tuhan Aku butuh Engkau

Tuhan aku lelah
Ketidakberdayaan ini menyiksaku
Semuanya tidak terkendali
Seolah keadaan memberitahuku
Bahwa tanpaMu aku tidak bisa berbuat apa-apa

Tuhan berikan cintaMu
Rindu ini begitu menyiksa
Peluk aku dengan erat
Aku ingin menangis dipundakMu
Yang membuatku merasa tenang

Tuhan jangan tinggalkanku
Kesendirian menakutkanku
Keberanianku untuk melangkah hilang
Gelap, sungguh gelap
Aku kehilangan pengharapan

Tuhan berbicaralah
Sampai kapan Engkau diam?
Marahi aku jika aku salah
Tegur aku jika aku tidak benar
Keheningan ini jauh lebih menyiksa
Dari neraka sekalipun

Aku bingung
Aku sedih
Aku bimbang
Aku terduduk tersadar
Aku butuh Kau


Pedongkelan Raya, 26 Desember 2007

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Jumat, 08 Februari 2008

Kehebatan Suharto

Suharto merupakan produk Generasi Renasaince Indonesia yang lahir saat proses revolusi menuju terbentuknya negara Indonesia sedang berlangsung. Generasi ini dilatih untuk menantang maut bukan hanya dengan otot tapi juga dengan otak yang mampu berbicara bukan hanya tingkat lokal namun sampai panggung Internasional. Hal ini sy simpulkan dari penelusuran sy terhadap literatur-literatur sejarah dan dialog pribadi dengan beberapa veteran-veteran yang masih hidup.

Rata-rata mereka bukanlah pribadi yang gampangan dan mudah menyerah namun memiliki karakter yang teguh seperti batu karang dan memiliki kreativitas yang baik. Mereka bukanlah generasi yang mengejar ilmu pengetahuan hanya lewat sekolah formil namun berguru secara alami kepada sekolah kehidupan. Maka tidaklah mengherankan apabila ada diantara kawan-kawan yang termasuk keluarga veteran, apabila melihat ayah/om//opa/kakek yang masih segenerasi dengan Suharto rata2 memiliki kekuatan fisik dan rasa ingin tau yang tinggi. Mereka adalah otodidak sejati yang selalu haus dengan hal2 baru. Inilah yang seringkali membuat saya penasaran ketika bertemu kepada para veteran dan sering menanyakan kenapa generasi mereka begitu berkualitas, tegas, berwibawa dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi?


Rupanya keadaan saat itu banyak memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter mereka. Suasana masyarakat yang terjajah menimbulkan obsesi yang kuat untuk merdeka. Hal ini mendorong mereka untuk mengoptimalkan apa yang ada di dalam diri mereka untuk mengusir para penjajah tersebut. Mereka sadar kualitas individu yang tradisional akan mudah dihancur leburkan apabila harus berhadapan dengan penjajah yang modern dan terdidik. Oleh karena itu agar perjuangan mereka tidak sia-sia tidak ada kata "keterbatasan" untuk sebuah kualitas.

Memang kesadaran ini tidak otomatis dialami oleh satu angkatan, tapi ada faktor lain seperti gerakan kebangkitan nasional oleh Budi Utomo, peristiwa Sumpah Pemuda, Usaha2 penyadaran oleh orang asing lewat media untuk menyadarkan kaum terdidik (seperti karya Max Havelar oleh multatuli (Dowes Deker)) dan gerakan2 kepemudaan tingkat kesukuan. Tapi satu hal yang seragam diceritakan oleh para veteran2 tersebut adalah kaum yang tersadar ini mau turun langsung ke masyarakat kecil (kaum tertindas). Sehingga seni berhubungan secara pribadi dengan masyarakat tidaklah asing bagi mereka dan menarik simpati dari masyarakat bukanlah hal yang sulit...

Kualitas seperti inilah yang dimiliki juga oleh Suharto sebagai bagian dari angkatan renasaince tersebut. Tapi pertanyaannya kenapa Suharto yang jadi Presiden? Refleksi atas pertanyaan inilah yang kemudian memunculkan sedikit kekaguman dalam hati saya kepada Suharto. Kalau menilik dari Sejarah memang keterlibatan CIA adalah salah satu faktor yang mendongkrak namanya sebagai calon pengganti Sukarno yang saat itu sangat anti dengan Amerika (imprealisme). Namun pertanyaannya bagaimana dia bisa kenal dengan CIA? Untuk menjawab hal ini saya menafsirkan dari perjalanan Karir Suharto yang pernah masuk KNIL (tentara Belanda), PETA, dan kemudian masuk dalam pasukan pejuang kemerdekaan menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang pintar melihat situasi. Dia tau kapan harus masuk dalam kelompok ini dan kapan harus pergi. Inilah yang kemudian sangat bermanfaat bagi dia ketika akhirnya berhasil memegang kekuasaan.


Mengutip pernyataan kawan saya dalam forum KALABAHU LBH Jakarta ketika diskusi tentang Neoliberalisme, untuk dapat berkuasa langgeng di Indonesia ada 5 hal yang harus dikuasai yaitu: Militer, Modal, Media, Massa dan Muslim. Hal inilah yang juga disadari Suharto ketika memegang kekuasaan. Hal pertama yang harus dia pegang adalah militer. Ketika dia berhasil memegang militer, perlahan untuk menciptakan stabilitas dia habisi seluruh lawan-lawan politik potensial yang bisa mendongklengnya. Setelah berhasil kemudian dia Undang investasi asing (modal) untuk membangun Indonesia. Inilah yang kemudian membuka keran-keran ekonomi dengan prinsip menetes kebawah sehingga rakyat merasakan kemakmuran dan kemudian bersimpati kepadanya (massa). Setelah itu dia membredel media agar hanya ada satu arus informasi yang menguasai kesadaran masyarakat Indonesia yaitu kesadaran yang berpusat pada Suharto. Inilah yang membuat kekuatan dia bisa menembus bukan hanya sampai seluruh lapisan masyarakat tapi sampai kedalaman jiwa (manipulasi pikiran) atau bahasa inteleknya hegemoni. Baru setelah akhir 90-an dia mendekati kaum muslim dengan ICMInya untuk semakin menguatkan kuku-kuku feodalisme rezim Suharto. Bayangkan orang seperti apakah Suharto itu yang bisa menjalankan 5 elemen ini. Pendidikannya padahal gak sampai sarjana?Hebat bukan?

Jadi tumbangnya Suharto kalau murni gerakan dalam negeri tanpa didukung dari luar adalah suatu yang sulit. Karena begitu membudayanya dinasti Suharto di negeri ini. Sebab bukanlah sembarang orang yang bisa peka (zaman itu) melihat 5 elemen ini yang harus ditaklukkan agar cengkraman dinasti Suharto secara politis bisa hancur. Ada kekuatan lain dibalik gerakan rakyat yang terlihat seolah-olah spontan bergerak untuk mendobrak. Mungkin saja salah satu karakter Suharto yang licin ini mulai sadar bahwa kalau dihitung dengan prinsip ekonomi break event point masuknya modal asing (kapitalisme) amerika dan antek-anteknya lebih banyak merugikan bangsa Indonesia. Apalagi dia mungkin sudah mulai bosan di dikte oleh bosnya yg dulu berhasil menaikkan beliau.... Agar aman bagi bosnya hanya satu kata: Bye-bye Brother"

Nah setelah tumbang dan koit, jika ingin menelusuri semua hal yang terkait dengan kasus Suharto ini, kita mau tidak mau akan bertemu dengan kelima elemen ini. Hampir seluruh elemen bangsa ini terlibat bukan??? Sekarang mau gak kita buka aib kita sendiri? Apalagi selama ini ikut menikmati tetesan susu dari toiletnya Suharto

Suharto memang hebat, berhasil membuat bangsa ini dalam posisi serba salah. Yang lebih hebat lagi pihak-pihak lain yang berhasil menyetir Suharto dan berpesta pora sehabis merampok negeri ini tanpa disadari oleh rakyat di negeri itu bahwa merekalah perampoknya... Kasian Suharto, hidup jadi tumbal, mati juga dijadiin tumbal


Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Rabu, 23 Januari 2008

Paradoks sebuah Bangsa yang Tidak Jelas

Mengenai polemik pemaafan Suharto saya jadi teringat pernyataan Budiman Sujatmiko yang mengatakan bahwa yang berhak menyatakan untuk memaafkan Suharto adalah keluarga dari Jutaan orang yang mati di culik dan dibunuh tanpa tau rimbanya, Ribuan orang yang tanahnya diambil alih atas nama Pembangunan, Ratusan keluarga aktivis yang hilang tanpa jejak, ratusan orang yang disiksa tanpa proses hukum yang jelas, karena mereka yang mengalami dampak secara langsung kesalahan-kesalahan yang diperbuat Suharto,.


Mengenai keadaan yang kita alami saat ini adalah dampak tidak langsung dari kepemimpinan Suharto seperti budaya korupsi, generasi yang tidak mau berdikari (berdiri diatas kakinya sendiri), konsumtif dan tidak produktif (mungkin termasuk saya dan anda-anda juga), harta kekayaan Indonesia yang sudah habis dirampok para kapitalis dari amerika (newmont, freeport), Malaysia dan singapura (pencurian pasir, ilegal loging, warisan budaya) ketika dipimpin oleh beliau (meskipun hanya beberapa persen saja yang digunakan untuk pembangunan Indonesia sebagaimana yg dikatakan banyak warga Indonesia sebagai jasa Bapak Pembangunan), Sumber Daya Manusia yang tidak berkualitas akibat pembodohan yang sistematis selama puluhan tahun (sugesti ketahanan pangan, tidak kesulitan cari kerja, harga bahan makanan pokok tidak mahal) yang berasal dari sistem ekonomi racikan mafia berkeley yg terkenal itu yg dianggap jitu untuk tambal sulam (dampaknya saat ini banyak tambalan yg gak bisa disulam lagi).


Jika banyak kaum intelektual yang mau melakukan riset terhadap point-point tersebut dan pemerintah mau membuka data-datanya tidak sulit untuk menemukannya dalam catatan sejarah Indonesia yg transparan tidak berdasarkan versi penguasa yg menang.


Permasalahannya hal tersebut tidak akan berpengaruh secara signifikan baik kultural maupun struktural sebab dibutuhkan satu peranti utama yang sangat menentukan yaitu hukum. Kenapa hukum? Karena hukum berfungsi sebagai alat rekayasa sosial, alat perubah masyarakat, alat untuk merevolusi bangsa. Oleh karena itu banyak orang yang selama ini tidak ikut arus untuk tersugesti dalam euforia palsu tentang kesuksesan pembangunan begitu "ngotot" untuk diadakannya pemeriksaan di pengadilan terhadap Suharto agar secara hukum statusnya jelas.Dalam proses hukum segala sesuatunya akan dibuka jelas dimana kesalahannya, apa hasilnya, bagaimana pencapaiannya dan apa dampaknya. Setelah terbukti bersalah barulah setelah itu apabila beliau dianggap "berjasa" secara hukum ada mekanisme untuk pemaafan baik amnesti maupun abolisi.


Jika tidak ada pemeriksaan dan putusan hukum atas Suharto yang incraht maka tidak ada satupun yang berhak mengatakan Suharto bersalah atas nama praduga tidak bersalah dan keadilan. Kenapa demikian? Sebab di atas muka bumi ini yang berwenang menyatakan bersalah atau tidaknya seseorang adalah lembaga peradilan. Lembaga peradilan adalah wakil Tuhan untuk memeriksa kebenaran yang ada di muka bumi ini. Itulah yang menjadi dasar pemikiran dituliskannya kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" disetiap putusan yang dikeluarkan lembaga peradilan di Indonesia. Jika ingin keadilan ditegakkan maka tegakkanlah hukum.


Menyadari hal-hal tersebut di atas kroni-kroni yang selama ini telah menjadi benalu bagi kekuasaan Suharto merasa terancam. Maka sebagaimana prinsip pengembangan diri disitu ada peluang disitu ada jalan, kroni-kroninya selalu memanfaatkan keadaan Suharto ini sebagai komoditas untuk melindungi diri dengan "konspirasi pemaafan" yang "tidak jelas". Dari mana mereka tau Suharto bersalah?Apakah hal ini berarti mereka secara nalar mengakui bahwa benar apa yang dilakukan oleh rezim Suharto selama ini banyak salahnya?Jika aib itu dibuka maka terbukalah jaringan benalu yang selama ini berpesta ditengah penderitaan banyak orang.Benarkah demikian? Sama seperti pandangan ahli-ahli, tekhnokrat, kaum muda, agamawan, politisi terhadap Suharto baik negatif ataun positi itu hanyalah reka-reka Subyektif semata semata. Apa dasarnya? Pada akhirnya akan menjadi debat kusir yg debatable.


Kalau Bangsa ini tetap senang dengan situasi dan kondisi demikian, lupakan saja mengenai kasus Suharto.Tidak usah repot-repot melakukan proses hukum dengan prosedur yg jelimet Cukup saja kita habiskan waktu untuk berpikir bagaimana mencukupi kebutuhan hidup seluruh masyarakat. Toh bangsa ini sudah terbiasa untuk tidak memperjelas sesuatu yang tidak jelas. Jika demikian salahkah jika ada orang dari negara lain yang mencap kita sebagai Bangsa yang tidak jelas?Karena itu marilah kita menikmati hari-hari yang tidak jelas ini secara tidak jelas.



Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri

Selamat Datang Pembaca

Sebagaimana judulnya, Blog ini akan dipenuhi oleh tulisan-tulisan saya baik berupa puisi, artikel, renungan ataupun celotehan-celotahan yang merupakan refleksi dari keseharian saya dalam menjalani kehidupan.

Banyak hal yang bisa didapatkan ketika kita mengambil setiap makna dari kejadian-kejadian yang terjadi di dalam hidup ini. Sangat sayang jika hal tersebut hilang dan tidak terekam dengan baik dalam bentuk catatan-catatan yang tujuannya adalah untuk refleksi diri.Hal ini sangat bermanfaat untuk pertumbuhan diri dan kekayaan jiwa dalam membentuk kebijaksanaan diri memandang kehidupan sebagai sesuatu yang mengagumkan.

Itulah sebabnya Blog ini diberikan nama Jurnal Refleksi diri.Tempat dimana hati berbicara dalam bentuk kata.Kata-kata yang hidup karena tercipta oleh kehidupan dan untuk kehidupan. Dimana kehidupan terbingkai dalam keabadian dan kekekalan oleh sebuah kata.Untuk itulah engkau diletakkan disini wahai kata.Bersemayamlah dalam kesempurnaanmu.Kesempurnaan seorang manusia yang memahami hakekat dirinya yaitu untuk berkarya selama hidupnya.

Salam refleksi

Jukaider Istunta Gembira Napitupulu
Pengelola Jurnal Refleksi Diri