"Jangan jadi pengkhianat", begitu pesan kakek sebelum kembali kepada Sang Kebenaran. Malam ini kalimat itu bergerak keras dalam hatiku dan sangat menarik untuk kurenungkan. Untuk beberapa orang yang terbiasa berlomba dengan resolusi pribadi nya, tentu pasti sadar betul ada beberapa komitmen yang sudah ditetapkan meleset entah karena beberapa hambatan eksternal ataupun internal. Hambatan hambatan itu sering jadi alasan yang sangat menarik buat kita untuk memilih mengingkari komitmen yang sudah dibuat.
Pilihan-pilihan bergantung pada subjek yang membuat keputusan. Pernah seorang senior berkata jangan melihat semuanya hitam dan putih. Ada kalanya hitam dan putih itu sesuai dengan warnanya ada kalanya kita melihat nya seperti belantara alam semesta. Terkadang terlihat sangat putih, terkadang bercampur dengan hitam. Keputusan untuk menilai nya tergantung dari kacamata mana yang kita Gunakan.Jika demikian apakah standar nya?Guru besar ku mengatakan standar nya adalah "aku". Pertama Aku yg melekat pada akal dan budi berpegangan pada pengetahuan. Pengetahuan yang memberi kekuatan dan pembebasan. Pengetahuan yang memberikan keberanian untuk mencoba dari satu kegagalan menuju kegagalan yang lain. Pengetahuan yang membuat kita yakin dibalik sebuah badai ada pelangi indah yang menanti untuk bersama-sama bersukacita memulai hari yang baru. Kedua adalah aku yang melekat pada jiwa dan roh yang berpegangan pada sesuatu yang Ilahi. Kehendak ini Mengalahkan "aku" untuk berserah penuh pada "Aku" sehingga tunduk pada kehendak Ilahi yang memiliki rencana indah bagi setiap kehidupan yang tercipta. Kehendak Ilahi akan memberikan kita pengetahuan tertinggi yaitu kebijaksanaan untuk memilih mana yang baik,benar dan sempurna untuk hidup yang sementara ini.
Diatas kertas pemahaman tentang "aku" dan "Aku" ini memang mudah untuk dikatakan namun kecenderungan nya "aku" yang nyata dan terikat dalam berbagai keterbatasan nya selalu dominan untuk memilih pilihan yang masuk akal sesuai ruang dan waktu.
Pada akhirnya memang mengingkari sebuah komitmen bukan akhir dari segalanya. Selama semangat untuk selalu bertumbuh masih ada, bisa jadi jalan salah yang kita pilih mengarahkan kita pada jalan benar yg mengembalikan kita pada komitmen yang benar. Benar dan salah itu biasa, selama kita masih mau mengevaluasi setiap yang kita lakukan dalam kacamata benar dan salah.
Refleksi:
Komitmen bukanlah sebuah kitab suci yang tidak bisa dirubah satu iota pun, tapi sebuah bintang penuntun bagi kita untuk kembali pada jalan yang benar ketika sadar sudah salah jalan".
Jadi siapakah kita untuk selalu merenungkan dan mengevaluasi setiap komitmen yg kita pilih atau selalu tertarik mengingkarinya? Biarlah waktu yang menjawab nya. Matahari pun tidak tau jika suatu saat akan merubah komitmen nya untuk terbit dari sebelah timur?